Nama Pulau Kemaro memang cukup aneh. “Kemaro” adalah salah satu istilah lokal yang dalam bahasa Indonesia sama dengan “Kemarau”. Letak pulau ini sendiri juga cukup mengundang tanda tanya. Bagaimana mungkin sebuah pulau bisa terletak di tengah Sungai Musi. Dan yang lebih aneh lagi, menurut penduduk tepian Sungai Musi pulau ini tidak pernah tenggelam ataupun terendam air meskipun dalam kondisi Sungai Musi yang pasang sekalipun.
Untuk menuju pulau ini tidaklah terlalu sulit. Jika anda sudah berada di seputaran Kota Palembang, anda tinggal menuju ke Pelataran Jembatan Ampera di depan Benteng Kuto Besak (BKB) yang berada di tepian Sungai Musi. Anda tinggal berjalan di seputaran sungai, nanti akan banyak yang menawarkan jasa sewa perahu menuju pulau tersebut. Jenis transportasi yang ditawarkan umumnya berbentuk perahu kayu, mulai dari perahu tongkang ukuran besar, perahu ketek ukuran sedang, hingga perahu kecil yang disebut speedboat.
Jika anda merupakan rombongan besar lebih dari 10 orang, anda mungkin bisa menyewa perahu tongkang. Untuk biaya sewanya memang cukup menguras isi dompet, yaitu berkisar Rp 1,5 – 2 juta. Jika anda merupakan rombongan kecil kurang dari 10 orang anda bisa menyewa perahu ketek ukuran sedang dengan harga berkisar Rp 300 – 400 ribu. Sementara jika anda merupakan rombongan kecil di bawah 5 orang anda bisa menyewa speed boat dengan harga sekitar Rp 200 – 250 ribu.
Biaya sewa tersebut mencakup perjalanan pergi pulang, ada yang sistemnya mereka menunggu, ada juga yang sistemnya nanti akan dijemput lagi sesuai waktu yang disepakati. Jika anda pandai menawar maka bisa mendapatkan harga sewa yang lebih rendah dari harga yang mereka sebutkan. Pulau Kemaro terletak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Adapun lama waktu tempuh dari tepian Pelataran Sungai dengan BKB menuju lokasi Pulau Kemaro tentunya tergantung jenis perahu yang disewa. Untuk Perahu tongkang dan ketek relatif lebih lambat, waktu tempuhnya berkisar 25 – 30 menit. Sementara jika memakai speedboat waktu tempuhnya bisa 10-15 menit.
Pulau Kemaro, merupakan sebuah Delta kecil di Sungai Musi, terletak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera. Pulau Kemaro terletak di daerah industri,yaitu di antara Pabrik Pupuk Sriwijaya dan Pertamina Plaju dan Sungai Gerong. Pulau kemaro berjarak sekitar 40 km dari kota Palembang. Pulau Kemaro adalah tempat rekreasi yg terkenal di Sungai Musi. Di tempat ini terdapat sebuah vihara cina (klenteng Hok Tjing Rio). Di Pulau Kemaro ini juga terdapat kuil Buddhayang sering dikunjungi umat Buddha untuk berdoa atau berziarah ke makam. Di sana juga sering diadakan acara Cap Go Meh setiap Tahun Baru Imlek.
Di Pulau Kemaro juga terdapat makam dari putri Palembang, Siti Fatimah. Menurut legenda setempat yang tertulis di sebuah batu di samping Klenteng Hok Tjing Rio, pada zaman dahulu, datang seorang pangeran dari Negeri Cina, bernama Tan Bun An, ia datang ke Palembang untuk berdagang. Ketika ia meminta ijin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah. Merekapun menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan. Tan Bun An mengajak sang Siti Fatimah ke daratan Cina untuk melihat orang tua Tan Bun Han. Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula tujuh guci yang berisi emas. Sesampai di muara Sungai Musi Tan Bun han ingin melihat hadiah emas di dalam Guci-guci tersebut. Tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin. Tanpa berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut kelaut, tetapi guci terakhir terjatuh diatas dek dan pecah. Ternyata didalamnya terdapat emas. Tanpa berpikir panjag lagi ia terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul. Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi. Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut
Legenda pulau kemaro
Syahdan dikisahkan seorang saudagar Tiongkok bernama Tan Bun An menjalin kasih dengan perempuan asli Palembang bernama Siti Fatimah. Tan Bun An kemudian mengajak Siti Fatimah berkunjung ke rumah orangtuanya untuk mendapat restu pernikahan. Setelah berkunjung, Tan Bun An dan Siti Fatimah lalu kembali ke Palembang dengan membawa hadiah tujuh buah guci pemberian orangtua Tan Bun An.
Ketika di perairan Sungai Musi, Tan Bun An membuka hadiah dari orangtuanya, dan terkaget-kaget mendapati isi guci tersebut hanyalah sawi-sawi asin. Tanpa berpikir panjang, kemudian Tan Bun An membuang semua guci tersebut ke Sungai Musi. Ketika ingin membuang hadiah yang ketujuh, guci tak sengaja terpecah dan Tan Bun An mendapati ada harta di dalam sawi-sawi asin.
Tan Bun An mengajak sang putri ke daratan Cina untuk diperkenalkan dengan orang tua Tan Bun An. Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula hadiah tujuh guci yang berisi emas. Untuk mengelabui bajak laut dan tanpa sepengetahuan Tan Bun An, orang tuanya menutup emas dalam guci-guci tersebut dengan sawi. Sesampai di muara Sungai Musi, Tan Bun An penasaran ingin melihat hadiah emas di dalam guci-guci tersebut. Alangkah kagetnya dia karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin. Tanpa berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut kelaut, tetapi guci terakhir terjatuh diatas dek kapal dan pecah. Ternyata didalamnya terdapat emas. Tanpa berpikir panjang Tan Bun An terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul. Cemas mengetahui Tan Bun An sang putri akhirnya memutuskan menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi. Sebelum terjun ke sungai sang putri berpesan bahwa jika ada tumpukan tanah di tepian sungai ini berarti itu kuburannya. Setelah ditunggu beberapa lama ketiganya tidak kunjung muncul.
Beberapa hari setelah setelah peristiwa tersebut muncul tumpukan tanah di tepian sungai, lama kelamaan tumpukan tersebut semakin membesar dan menjadi sebuah pulau. Menurut masyakarat tepian sungai pulau tersebut tidak pernah digenangi air meskipun volume air Sungai Musi sedang meningkat. Karena itulah oleh masyarakat setempat pulau tersebut dinamai Pulau Kemaro. Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.
Di dalam Pulau Kemaro ini terdapat sebuah vihara China (Klenteng Hok Tjing Rio) atau lebih dikenal Klenteng Kuan Im yang dibangun sejak tahun 1962. Di depan klenteng terdapat makam Tan Bun An (Pangeran) dan Siti Fatimah (Putri) yang berdampingan. Kisah cinta mereka berdualah yang menjadi legenda terbentuknya pulau ini.
Keberadaan Pulau Kemaro tidak lepas dari legenda terbuangnya harta Tan Bun An di perairan Sungai Musi. Bahkan untuk mengenang peristiwa tersebut, masyarakat sekitar Palembang kerap datang ke pulau yang dianggap keramat ini. Pulau Kemaro berjarak sekitar 10 km dari pusat Kota Palembang. Untuk mengunjungi Pulau Kemaro, masyarakat biasanya menggunakan ketek atau perahu boots sewaan di dermaga yang ada di sekitaran Jembatan Ampera.
Pulau Kemaro merupakan delta Sungai Musi, luasnya sekitar 30 hektar dan hanya dihuni oleh ratusan orang saja. Sebagai salah satu destinasi wisata sejarah Kota Palembang, Pulau Kemaro dilengkapi dengan berbagai situs yang melengkapi legenda Pulau Kemaro. Situs tersebut antara lain seperti pagoda, makam penunggu pulau, kelenteng, tempat pembakaran uang kertas, dan pohon cinta.
Diantara berbagai situs tersebut, bangunan pagoda menjadi ikon Pulau Kemaro. Pada sisi-sisi lantai dasar bangunan pagoda terdapat cerita yang menggambarkan legenda Pulau Kemaro. Dari atas pagoda yang memiliki sembilan lantai ini, pengunjung bisa menyaksikan seputaran Pulau Kemaro yang dikelilingi oleh Sungai Musi. Sayangnya tidak semua pengunjung boleh memasuki pagoda.
Pada bagian yang lain terdapat kelenteng, tidak setiap orang diberi izin untuk masuk ke tempat ibadah ini, pasalnya kelenteng ini hanya digunakan bagi mereka yang ingin beribadah saja. Bersebelahan dengan kelenteng, terdapat bangunan yang diyakini sebagai makam penunggu Pulau Kemaro. Pada versi cerita yang lain, ketiga makam tersebut diyakini sebagai makam Tan Bun An, Siti Fatimah, dan pengawalnya.
Tiap akhir pekan Pulau Kemaro kerap menjadi destinasi wisata bagi para pelajar di Palembang. Selain letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota, menyambangi pulau ini menjadi liburan yang asik dan murah-meriah. Pasalanya selain bisa mendapatkan informasi mengenai legenda Pulau Kemaro, pengunjung juga bisa langsung menapak tilas perjalanan Tan Bun An dengan menyusuri Sungai Musi menggunakan ketek
0 komentar