Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh A.S. Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pd waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama "Namrud bin Kan'aan."
Kerajaan Babylon pd masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat hidup senang, sejahtera dalam keadaan serba cukup sandang mahupun pandangan serta saranan-saranan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mrk.Akan tetapi tingkatan hidup rohani mrk masih berada di tingkat jahiliyah.
Mrk tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah memberi karunia mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mrk adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu
atau terbuat dari lumpur dan tanah.
Nabi Ibrahim AS adalah nabi keenam. Ia diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah di negeri Babylonia. Pada masa itu, Babylonia dipertintah oleh raja Namrud. Namrud adalah seorang raja yang kejam. Selama hidupnya, Nabi Ibrahim berpindah-pindah dalam berdakwah. Mulai dari Babylonia, Palestina, Mesir, dan kembali lagi ke Palestina. Nabi Ibrahim wafat di Hebron, Palestina.
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ إِبْرَاهِيمَ
“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim.” (QS. Asy-Syu`araa [26]: 69)
Raja mereka Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak.Semua kehendaknya harus terlaksana dan segala perintahnya merupakan undang-undang yang tidak dpt dilanggar atau di tawar. Kekuasaan yang besar yang berada di tangannya itu dan kemewahan hidup yang berlebuh-lebihanyang ia nikmati lama-kelamaan menjadikan ia tidak puas dengan kedudukannya sebagai raja. Ia merasakan dirinya patut disembah oleh rakyatnya sebagai tuhan. Ia berfikir jika rakyatnya mahu dan rela menyembah patung-patung yang terbina dari batu yang tidal dpt memberi manfaat dan mendtgkan kebahagiaan bagi mrk, mengapa bukan dialah yang disembah sebagai tuhan.Dia yang dpt berbicara, dapat mendengar, dpt berfikir, dpt memimpin mrk, membawa kemakmuran bagi mrk dan melepaskan dari kesengsaraan dan kesusahan. Dia yang dpt mengubah orang miskin menjadi kaya dan orang yang hina-dina diangkatnya menjadi orang mulia. di samping itu semuanya, ia adalah raja yang berkuasa dan memiliki negara yang besar dan luas.
Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung. Ia sebagai calun Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran bahwa apa yang telah diperbuat oleh kaumnya termasuk ayahnya sendiri adalah perbuat yang sesat yang menandakan kebodohan dan kecetekan fikiran dan bahwa persembahan kaumnya kepada patung-patung itu adalah perbuatan mungkar yang harus dibanteras dan diperangi agar mrk kembali kepada persembahan yang benar ialah persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan pencipta alam semesta ini.
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung -patung ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:" Siapakah yang akan membeli patung-patung yang tidak berguna ini? "
Kisah Nabi Ibrahim as. Mencari Tuhan
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserah dirilah!’ Dia menjawab, ‘Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-Baqarah [2]: 131)
.Suatu saat Namrud bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia melihat seorang anak laki- laki yang memasuki kamarnya kemudian mengambil mahkotanya. Keesokan harinya, ia pun memanggil tukang ramal yang sangat terkenal untuk mengartikan mimpinya tersebut. Tukang ramal mengartikan bahwa anak yang hadir dalam mimpinya tersebut kelak suatu saat akan meruntuhkan kerajaannya. Mendengar hal tersebut, Namrud menjadi murka. Dia memerintahkan kepada seluruh tentara kerajaan agar membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan.
Azar yang istrinya saat itu sedang mengandung begitu khawatir akan keselamatan bayi yang dikandung istrinya tersebut. Ia khawatir bahwa bayi yang ada dalam perut istrinya adalah seorang bayi laki-laki yang selama ini ia dambakan. Untuk menyelamatkan calon bayinya tersebut, diam-diam Azar mengajak istrinya bersembunyi di dalam sebuah gua yang jauh dari keramaian. Di gua itulah kemudian bayi tersbut dilahirkan dan diberi nama Ibrahim. Agar tidak diketahui oleh khalayak ramai, Azar dan istrinya meninggalkan Ibrahim yang masih bayi itu di dalam gua dan sesekali datang untuk melihat keadaannya. Hal itu terus dilakukukan hingga Ibrahim tumbuh menjadi anak kecil yang sehat dan kuat atas izin Allah Swt. Bagaimana Ibrahim dapat hidup di dalam gua, padahal tidak ada makanan dan minuman yang diberikan kepadanya? Jawabannya karena Allah Swt. menganugerahkan Ibrahim untuk menghisap jari tangannya yang dari situ keluarlah air susu yang sangat baik. Itulah mukjizat pertama yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim as. Lama hidup di dalam gua tentu membuat Ibrahim kecil sangat terbatas pengetahuannya tentang alam sekitar. Maka, di saat ada kesempatan untuk keluar dari gua, Ibrahim pun melakukannya.
Betapa terkejutnya ia, ternyata alam di luar gua begitu luas dan indah. Di dalam ketakjubannya itu, Ibrahim berpikir bahwa alam yang sangat luas dan indah berikut isinya termasuk manusia, pasti ada yang menciptakannya. Maka, Nabi Ibrahim pun lalu berjalan untuk mencari Tuhan. Ia mengamati lingkungan sekelilingnya. Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang membuatnya kagum dan merasa dapat dijadikan Tuhannya. Di siang hari, Ibrahim melihat begitu cerahnya matahari menyinari bumi. Ia berpikir, mungkin matahari adalah tuhan yang ia cari. Tetapi ketika senja datang dan matahari tenggelam di ufuk, gugurlah keyakinannya akan matahari sebagai tuhan. Sampai akhirnya, malam pun datang menjelang. Bintang di langit bekerlap-kerlip dengan indahnya. Sinarnya membuat suasana malam menjadi lebih indah dan cerah. “Apakah ini Tuhan yang aku cari?” Kata Ibrahim di dalam hati dengan gembira.
Ditatapnya bintang-bintang itu dengan penuh rasa bangga. Tapi ternyata, ketika malam beranjak pagi, bintang-bintang itu pun menghilang satu per satu. Dengan pandangan kecewa, Nabi Ibrahim melihat satu per satu bintang-bintang itu menghilang dari langit. “Aku tidak menyukai Tuhan yang bisa menghilang dan tenggelam karena waktu,” gumamnya dengan penuh perasaan kecewa. Nabi Ibrahim pun kemudian mencoba mencari Tuhan yang lain. Memasuki malam berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar memancarkan cahayanya yang terang. Ia pun menduga, “Inikah Tuhan yang aku cari?” Maka, ketika pagi datang menjelang, bulan pun hilang tanpa alasan seperti yang terjadi terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa bukanlah matahari, bintang, maupun bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi pasti ada satu kekuatan Yang Maha perkasa dan Maha agung yang menggerakkan dan menghidupkan semua yang ada, termasuk matahari, bintang, dan bulan. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa Tuhan tidak lain adalah Allah Swt.
Saat keyakinan Nabi Ibrahim as. kepada Allah Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah ia mengajak orang-orang di sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang tak memiliki kekuatan apa pun, tidak pula memberi manfaat apa-apa. Orang pertama yang ia ajak untuk hanya menyembah Allah Swt. adalah Azar, ayahnya sendiri yang berprofesi sebagai pembuat patung untuk disembah. Mendengar ajakan Ibrahim, Azar marah karena apa yang dilakukannya sudah dilakukan oleh nenek moyangnya sejak dahulu. Azar meminta Ibrahim untuk tidak menghina dan melecehkan berhala yang seharusnya disembah. Kepada orang-orang di sekelilingnya Ibrahim berseru, “Wahai saudaraku! Patung-patung itu hanyalah buatan manusia yang tidak dapat bergerak dan tidak memberi manfaat sedikitpun. Mengapa kalian sembah dengan memohon kepadanya?” Demikian ajakan Ibrahim kepada umatnya. Akan tetapi, kaumnya tidak mau mendengarkan, apalagi mengikuti ajakan Nabi Ibrahim a.s., bahkan mereka mencemooh dan memaki Nabi Ibrahim. Menyadari bahwa ajakannya untuk menyembah hanya kepada Allah Swt. tidak mendapatkan respon yang baik dari umatnya, Nabi Ibrahim as. lalu mengatur cara bagaimana melakukan dakwah secara cerdas dan lebih efektif. Maka, saat seluruh penduduk negeri termasuk Raja Namrud pergi untuk berburu, Nabi Ibrahim a.s. lalu masuk ke dalam kuil penyembahan berhala kemudian menghancurkan semua berhala yang ada dengan sebuah kapak besar yang telah disiapkannya. Semua berhala hancur kecuali berhala yang paling besar yang sengaja ia sisakan.
Artinya: “Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inikah Tuhanku” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam.” Kemudian tatkala dia melihat dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inikah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inikah Tuhanku, iniyang lebih besar,” maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-An’am: 76-79)
Pada berhala besar itu, Nabi Ibrahim a.s. menggantungkan kapak di leher berhala terbesar tersebut. Sekembalinya dari perburuan, Raja Namrud dan semua penduduk negeri terkejut luar biasa. Mereka dengan sangat marah mencari tahu siapa yang telah berani melakukan perbuatan tersebut. Mengetahui bahwa Ibrahimlah satu-satunya lelaki yang tidak ikut serta dalam perburuan, Raja Namrud memerintahkan tentaranya untuk memanggil dan menangkap Ibrahim untuk dihadapkan kepadanya. Di hadapan Raja Namrud, Ibrahim berdiri dengan tegak dan penuh percaya diri. “Hai Ibrahim, apakah engkau yang menghancurkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud. “Tidak, saya tidak melakukannya,” jawab Ibrahim as. “Jangan mengelak, wahai Ibrahim, bukankah kamu satu-satunya orang yang berada di negeri saat yang lainnya pergi berburu?” sergah Raja Namrud. “Sekali lagi tidak! Bukan aku yang melakukannya, melainkan berhala besar itu yang melakukannya,” jawab Ibrahim as. dengan tenang. Mendengar pernyataan Nabi Ibrahim as, Raja Namrud marah seraya berkata, “Mana mungkin berhala yang tidak dapat bergerak engkau tuduh menghancurkan berhala lainnya?” Mendengar pertanyaan Raja Namrud,
Ibrahim as. tersenyum kemudian berkata, “Sekarang anda tahu dan anda yang mengatakannya sendiri bahwa berhala itu tidak dapat bergerak dan memberikan melakukan apa-apa. Lalu, mengapa ia engkau sembah?” Mendengar jawaban Ibrahim as. yang tidak disangka-sangka, Namrud terhenyak dan Namrud sebetulnya menyadari hal tersebut. Namun, karena kebodohan dan kesombongannya, Namrud tetap saja tidak memedulikan jawaban dari Ibrahim as. Ia kemudian memerintahkan kepada tentaranya untuk membakar Ibrahim hidup-hidup sebagai hukuman atas perlakuannya kepada berhala-berhala yang mereka sembah. Setelah semua persiapan untuk membakar Ibrahim as. telah lengkap, dilemparkanlah Nabi Ibrahim ke dalam api yang berkobar dan panas. Apa yang terjadi selanjutnya? Allah Swt. menunjukkan kemahakuasaan-Nya dengan meminta api agar menjadi dingin untuk menyelamatkan Ibrahim as. Maka, api pun dingin sehingga Ibrahim as. tidak terluka sedikit pun karenanya. Itulah mu’jizat terbesar yang diterima oleh Nabi Ibrahim, yaitu tidak terluka saat dibakar dengan api membara yang sangat panas.
Diangkat Menjadi Nabi
وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan orang yang membenci agama Ibrahim hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat ia termasuk orang-orang saleh.” (QS. Al-Baqarah [2]: 130)
Saat beranjak dewasa, Ibrahim kembali ke kampung halaman orangtuanya di Fadam Aram. Ia sangat sedih menyaksikan kondisi masyarakatnya yang menyembah berhala. Ibrahim berpikir, bodoh sekali mereka itu, menyembah berhala yang mereka buat sendiri. Ibrahim semakin sedih ketika mengetahui ayahnya, Azar, adalah seorang pembuat berhala. Hatinya pilu.
Ibrahim semakin sedih dan galau saat ayahnya memintanya untuk menjualkan berhala-berhala buatannya. Dengan berat hati, Ibrahim menjualkan berhala-berhala itu. Namun, saat ada yang membeli berhala-berhala tersebut, Nabi Ibrahim justru mengeluarkan kata-kata celaan.
“Adakah orang yang akalnya sehat mau membeli berhala ini untuk disembah?” kata Ibrahim.
Orang-orang pun heran dengan ulah Ibrahim. Ulah Ibrahim itu didengar juga oleh ayahnya. Terang saja Azar sangat marah. Ia memarahi Ibrahim habis-habisan. Ibrahim dihadapkan pada situasi yang sulit. Ia sangat menentang pekerjaan ayahnya. Tapi, ia juga tidak mau melukai hati ayahnya. Ia sering mengadu kepada Allah SWT.
“Oh Tuhanku, berilah aku petunjuk. Jika Engkau tidak memberikan petunjuk kepadaku, niscaya aku akan tersesat seperti orang-orang itu,” rintih Ibrahim dalam doanya. Allah Maha Mendengar doa hamba-Nya. Allah SWT memberikan petunjuk kepada Ibrahim dan mengangkatnya menjadi nabi dan rasul. Allah SWT menurunkan wahyu-wahyu-Nya kepada Ibrahim.
Menjalankan Tugas Dakwah
قَالَ بَل رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَى ذَلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
“Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya Tuhan kamu adalah Tuhan (pemilik) langit dan bumi; Dialah yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.” (QS. Al-Anbiyaa` [21]: 56)
Nabi Ibrahim menjalankan tugas dakwahnya. Awalnya, ia berdakwah kepada ayahnya, Azar. Ia menyeru ayahnya agar menyembah Allah SWT. Sayangnya, sang ayah menolak. Azar sangat marah, bahkan mengusir Ibrahim.
Karena telah diusir oleh ayahnya, Nabi Ibrahim terpaksa pergi. Namun, ia tetap menghormati, bahkan mendoakannya. Nabi Ibrahim pergi mengembara ke penjuru kota Babylonia. Ia berdakwah kepada setiap orang yang ditemuinya.
“Hai penduduk Babylonia, mengapa kalian menyembah berhala-berhala yang tidak berguna itu? Berhal-berhala itu tidak mampu mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya. Tinggalkanlah berhala-berhala sesat itu! Sembahlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa,” terang Nabi Ibrahim.
Namun, penduduk Babylonia menentang seruan Nabi Ibrahim. Akal dan hati mereka telah tertutup. Perkataan Nabi Ibrahim tidak menyentuh hatinya. Mereka tetap menyembah berhala-berhala itu.
Sekian lama berdakwah, Nabi Ibrahim hanya memperoleh dua orang pengikut. Mereka adalah Sarah dan Luth. Sarah adalah wanita cantik dan salehah yang kelak menjadi istri Nabi Ibrahim. Sedangkan, Luth adalah kemenakan Nabi Ibrahim.
Menghancurkan Berhala
فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ
“Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping, kecuali yang terbesar (induknya) agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (QS. Al-Anbiyaa` [21]: 58)
Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyedarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia sebagai putera yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sedar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendpt hidayah ,bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.
Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak sedikit pun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya
Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mrk anut dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa bila mrk sudah tidak berdaya menilak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebathilan kepercayaan mrk maka dalil dan alasan yang usanglah yang mrk kemukakan iaitu bahwa mrk hanya meneruskan apa yang oleh bapa-bapa dan nenek moyang mrk dilakukan dan sesekali mrk tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mrk warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang berkepala batu dan yang tidak mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahwa mrk tidak akan menyimpang dari cara persembahan nenek moyang mrk, walaupun oleh Nabi Ibrahim dinyatakan berkali-kali bahwa mrk dan bapa-bapa mrk keliru dan tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.
Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mrk lihat dengan mata kepala mrk sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mrk betul-betul tidak berguna bagi mrk dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mrk keluar kota beramai-ramai pd suatu hari raya yang mrk anggap sebagai keramat. Berhari-hari mrk tinggal di luar kota di suatu padang terbuka, berkhemah dengan membawa bekalan makanan dan minuman yang cukup. Mrk bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan kota-kota mrk kosong dan sunyi. Mrk berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu. Nabi Ibrahim yang juga turut diajak turut serta berlagak berpura-pura sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mrk merasa khuatir bahwa penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di kalangan mrk bila ia turut serta.
" Inilah dia kesempatan yang ku nantikan," kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:" Mengapa kamu tidak makan makanan yang lazat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu."Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mrk hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada hairan dan takjub: "Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mrk ini?" Berkata salah seorang diantara mrk:" Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan yang berani ini." Seorang yang lain menambah keterangan dengan berkata:" Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan keramat itu." Selidik punya selidik, akhirnya terdpt kepastian yyang tidak diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu kejadian atau penghinaan yang tidak dpt diampuni terhadap kepercayaan dan persembahan mrk. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu pengadilan terbuka, di mana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta menyaksikannya.
Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mrk yang bathil dan sesat itu, seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau diantara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan.
Hari pengadilan ditentukan dan datang rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap para hakim yang akan mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani menghancurkan persembahan mrk.
Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh para hakim:" Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan kami?" Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:
" Patung besar yang berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Cuba tanya saja kepada patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya."
Para hakim penanya terdiam sejenak seraya melihat yang satu kepada yang lain dan berbisik-bisik, seakan-akan Ibrahim yang mengandungi ejekan itu. Kemudian berkata si hakim:" Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak dapat bercakap dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?" Tibalah waktunya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawapan atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan persembahan mrk,yang mrk pertahankan mati-matian, semata-mata hanya karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada para hakim itu:" Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang sihat bahwa persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan. Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu."
Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya iut, para hakim mencetuskan keputusan bahawa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mrk, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan itu:" Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu , jika kamu benar-benar setia kepadanya."
Nabi Ibrahim Disidang
قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ
“Mereka bertanya, ‘Apakah engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?’ Dia (Ibrahim) menjawab, ‘Sebenarnya berhala besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada mereka jika mereka dapat berbicara.” (QS. Al-Anbiyaa` [21]: 62_63)
Penduduk Babylonia kembali dari perayaan hari besarnya. Mereka sangat marah ketika mengetahui sesembahan mereka hancur berkeping-keping. Mereka dicekam ketakutan akan mendapat kutukan dari tuhan-tuhan palsu itu. Raja Namrud pun menjadi murka.
Raja Namrud memerintahkan agar dilakukan penyelidikan. Pelaku penghancuran itu harus ditangkap hidup atau mati. Akhirnya, mereka menyimpulkan Ibrahimlah pelakunya. Ibrahimlah satu-satunya orang yang tidak ikut perayaan hari besar.
Kemudian, Nabi Ibrahim ditangkap dan diadili. Ia disidang di lapangan terbuka. Penduduk Babylonia telah memadati lapangan. Sidang pun dimulai.
“Apakah kamu yang menghancurkan berhala-berhala sesembahan kami?” Tanya salah seorang hakim.
“Tanya saja kepada berhala besar yang menyandang kapak itu. Mungkin dia yang menghancurkan berhala-berhala lainnya,” jawab Nabi Ibrahim tenang.
Para hakim terkejut mendengar jawaban Nabi Ibrahim. Mereka menggeleng-gelengkan kepalanya dan saling berbisik. Mungkin mereka mengira Nabi Ibrahim sudah gila. Padahal, sesungguhnya merekalah yang gila. Menyembah berhala yang mereka buat sendiri.
“Hai Ibrahim, apakah kamu sudah gila? Bagaimana mungkin kami menanyakannya kepada berhala itu. Sedangkan, dia tidak dapat berbicara,” ujar sang hakim. Raut mukanya menunjukan rasa kesal.
Nabi Ibrahim tersenyum mendengar kata-kata para hakim. Ia menatap para hakim satu per satu. Kemudian, beralih kepada penduduk Babylonia yang hadir dalam persidangan itu.
Dengan mantap Nabi Ibrahim berkata, “Jika kalian sudah mengetahui bahwa berhala itu tidak dapat berbicara, mendengar, dan melihat, mengapa kalian menyembahnya? Kalau berhala itu tidak dapat membela dirinya sendiri dari kehancuran, mengapa kalian memujanya dan memohon perlindungan kepadanya?”
“Alangkah bodohnya kalian ini! Tidakkah kalian menyadari bahwa perbuatan kalian itu perbuatan yang sesat? Mengapa kalian tidak menyembah Tuhanku, Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan yang telah menciptakan aku, kalian, nenek moyang kalian, dan segala sesuatu yang ada di alam ini,” kata Nabi Ibrahim kembali.
Kata-kata Nabi Ibrahim membuat para hakim dan seluruh orang yang hadir saat itu terperangah. Namun, karena hati mereka telah tertutup, kebenaran yang disampaikan Nabi Ibrahim tetap tidak diterima. Mereka justru mengejek dan menghina Nabi Ibrahim. Para hakim memutuskan Nabi Ibrahim bersalah dan harus dihukum. Nabi Ibrahim dihukum dengan dibakar hidup-hidup.
Dibakar Hidup-hidup
قَالُوا حَرِّقُوهُ وَانْصُرُوا آلِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Mereka berkata, ‘Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat’. Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim.”(QS. Al-Anbiyaa` [21]: 68_69)
Tentara kerajaan dibantu rakyat menyiapkan kayu bakar hingga seperti bukit. Kemudian, Nabi Ibrahim dibawa ke tengah-tengah tumpukan kayu bakar itu dan diikat. Namun, Nabi Ibrahim tetap tenang. Tidak terlihat sedikit pun rasa khawatir atau takut di raut wajahnya. Ia yakin Allah SWT pasti melindunginya.
Kemudian, api pun dinyalakan. Dengan cepat, api melahap kayu bakar kering hingga mengepulkan asap yang membumbung tinggi ke udara. Api tersebut sangat besar dan panas. Penduduk Babylonia bersorak merayakan kemenangannya. Mereka berpikir bahwa Nabi Ibrahim telah hangus menjadi abu.
Namun, apa yang terjadi? Allah SWT menolong dan melindungi Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Hai api, menjadi dinginlah kamu dan selamatlah Ibrahim.” Allah Mahakuasa terhadap segala sesuatu. Api itu pun menjadi dingin. Ia tidak membakar Nabi Ibrahim. Api hanya membakar tali pengikat lengan Nabi Ibrahim.
Berdakwah ke Harran
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ
“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, ‘Aku tidak suka kepada yang terbenam.” (QS. Al-An`aam [6]: 76)
Peristiwa selamatnya Nabi Ibrahim dari kobaran api membuat penduduk Babylonia terguncang hatinya. Mereka mulai berpikir akan kebenaran ajaran yang disampaikan Nabi Ibrahim. Namun, mereka takut kepada Raja Namrud. Nabi Ibrahim merasa tidak ada harapan lagi berdakwah di Babylonia. Ia memutuskan pergi meninggalkan Babylonia. Ia mengajak, Sarah dan Luth mengembara.
Sepeninggal Nabi Ibrahim, negeri Babylonia dilandah wabah penyakit. Allah SWT menurunkan azab bagi penduduk Babylonia. Berjuta-juta nyamuk menyerang Babylonia. Bukan hanya orang yang digigitnya, binatang dan tanaman pun tidak luput dari gigitannya. Itulah azab Allah SWT yang pedih yang ditimpakan kepada orang-orang yang durhaka.
Nabi Ibrahim mengembara untuk menjalankan tugas dakwahnya. Sarah dan Luth setia mendampingi. Sampailah Nabi Ibrahim di suatu kampung bernama Harran. Penduduknya menyembah bintang, bulan, dan matahari. Nabi Ibrahim menghentikan perjalanannya dan menetap di kampung itu untuk berdakwah.
Ketika malam tiba, saat Nabi Ibrahim sedang berkumpul dengan penduduk kampung, ia menyahut, “Inilah Tuhanku.”
Nabi Ibrahim berkata begitu dengan maksud menyindir penduduk kampung yang menyembah bintang. Namun, ketika bintang itu redup dan akhirnya hilang, Nabi Ibrahim kembali berkata, “Tidak! Itu bukan Tuhanku. Aku tidak suka Tuhan yang meninggalkan aku.”
Ini merupakan sanggahan Nabi Ibrahim yang pertama. Nabi Ibrahim berharap dengan cara ini dapat menyadarkan kaumnya dari kesesatan.
Ketika bulan terbit, Nabi Ibrahim berkata lagi, “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar dan terang sinarnya.”
Namun, ketika bulan itu tenggelam, Nabi Ibrahim berkata, “Tidak! Itu bukan Tuhanku. Tidak mungkin Tuhan tenggelam dan hilang. Jika Tuhanku tidak memberikan petunjuk kepadaku niscaya aku termasuk orang-orang yang sesat.
Perkataan Nabi Ibrahim itu merupakan sindiran bagi kaum Harran bahwa mereka itu berada dalam kesesatan. Namun, penduduk kampung itu belum sadar juga. Mereka justru menganggap Nabi Ibrahim orang yang aneh.
Kemudian, pada siang hari ketika melihat matahari, Nabi Ibrahim berkata, “Inilah Tuhanku. Sinarnya lebih terang daripada bintang dan bulan.”
Namun, ketika matahari terbenam, Nabi Ibrahim berkata, “Tidak! Itu bukan Tuhanku. Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.”
Penduduk kampung itu tidak mampu membantah perkataan Nabi Ibrahim. Mereka berkata, “Lantas apakah yang kamu sembah?”
Nabi Ibrahim menjawab, “sesungguhnya aku menyembah kepada Allah. Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi. Aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah.”
Namun, penduduk kampung itu tetap menolak ajaran Nabi Ibrahim. Hati mereka telah mengeras. Lebih keras dari batu. Mereka tidak dapat menerima kebenaran. Karena penduduk kampung menolak dakwahnya, Nabi Ibrahim melanjutkan kembali pengembaraannya. Ia pergi menuju Palestina dan menetap di sana.
Suatu saat, Palestina dilanda kekeringan. Nabi Ibrahim memutuskan pindah ke Mesir. Ternyata, Mesir bukan negeri yang cocok untuk berdakwah. Penduduknya sangat zhalim. Nabi Ibrahim pindah lagi ke Palestina dan berdakwah sampai akhir hayatnya. Nabi Ibrahim wafat di Hebron, Palestina.
Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak drp mrk untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang drp mrk yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah bealih ke pihak Nabi Ibrahim.
0 komentar