Hay friends, Dengerin lagu yuks
Hehehehe ..
Andyrra

Male, 45 years

Batam, Indonesia

If you're doing your best, you won't have any time to worry about failure and The past can't see you, but the future is listening.

andyrra.com

Translate

Java Filipino Czech English iran Romania Thailand Bangladesh India India French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

poto

Mounting created Bloggif

12 Jul 2014

Hikma dan Makna dari Puasa Ramadhan

Kata “Ramadhan” merupakan bentuk mashdar (infinitive) yang terambil dari kata ramidhayarmadhu yang pada mulanya berarti membakar, menyengat karena terik, atau sangat panas. Dinamakan demikian karena saat ditetapkan sebagai bulan wajib berpuasa, udara atau cuaca di Jazirah Arab sangat panas sehingga bisa membakar sesuatu yang kering.
Selain itu, Ramadhan juga berarti ‘mengasah’ karena masyarakat Jahiliyah pada bulan itu mengasah alat-alat perang (pedang, golok, dan sebagainya) untuk menghadapi perang pada bulan berikutnya. Dengan demikian,
Ramadhan dapat dimaknai sebagai bulan untuk ‘mengasah’ jiwa, ‘mengasah’ ketajaman pikiran dan kejernihan hati, sehingga dapat ‘membakar’ sifat-sifat tercela dan ‘lemak-lemak dosa’ yang ada dalam diri kita.
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
- Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
- Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur’an, surat Maryam ayat 26 :
“Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (Q.S. Maryam :26).
- Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
- Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. . Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

HIKMAH PUASA


Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183:
“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalain bertakwa.”
Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 :

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur’an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus.
Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?
Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu’awiyah :
“Hari ini adalah hari Asyura’, dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya.”
Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertamakali atas umat Islam adalah puasa Asyura’. Setelah datang Ramadhan Asyura’ dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn ‘Amr ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura’ dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura’ beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu ‘Amr) juga tidak berpuasa”. (H.R. Bukhari).
“Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura’ pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura’ sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura’ silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura’ sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura’), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk melakukan puasa itu.
Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadis Ahaad (hadis yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). ”Ibn Abbas ra. meriwayatkan: ketika Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura’, lalu beliau bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah hari Nabi Saleh as., hari di mana Allah swt. memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi saw. berkata: aku lebih berhak atas Musa dari kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa. (HR. Bukhari).
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura’.
Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur’an, Sunnah, dan Ijma.
“Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
Kata ‘al-haj’ (haji) didahulukan sebelum kata ‘al-shaum’ (puasa), itu menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata ‘al-shaum’ didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji.
Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama.
Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
“Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini”. (Q.S. Maryam : 26)
Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenarnnya matahari dengan memakai niat tertentu. 

MAKNA PUASA

Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya’ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya’ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.
Ramadhan yang setiap tahun kita jalani sangatlah penting dimaknai dari perspektif nama-nama lain yang dinisbatkan kepadanya. Para ulama melabelkan sejumlah nama pada Ramadhan.
Pertama, Syahr al-Qur’an (bulan Alquran), karena pada bulan inilah Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Selain itu, kitab-kitab suci yang lain: Zabur, Taurat, dan Injil, juga diturunkan pada bulan yang sama.
Kedua, Syahr al-Shiyam (bulan pua sa wajib), karena hanya Ramadhan me ru pakan bulan di mana Muslim diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh. Dan hanya Ramadhan, satu-satunya, nama bulan yang disebut dalam Alquran. (QS al-Baqarah [2]: 185).
Ketiga, Syahr al-Tilawah (bulan membaca Alquran), karena pada bulan ini Jibril AS menemui Nabi SAW untuk melakukan tadarus Alquran bersama Nabi dari awal hingga akhir. Keempat, Syahr al-Rahmah (bulan penuh limpah an rahmat dari Allah SWT), karena Allah menurunkan aneka rahmat yang tidak dijumpai di luar Ramadhan. Pintu-pintu kebaikan yang mengantarkan kepada surga dibuka lebar-lebar.
Kelima, Syahr al-Najat (bulan pembebasan dari siksa neraka). Allah menjanjikan pengampunan dosa-dosa dan pembebesan diri dari siksa api neraka bagi yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharap ridha-Nya. Ke enam, Syahr al-’Id(bulan yang berujung/ berakhir dengan hari raya). Ramadhan disambut dengan kegembiraan dan diakhiri dengan perayaan Idul Fitri yang penuh kebahagiaan juga, termasuk para fakir miskin
Ketujuh, Syahr al-Judd (bulan kedermawanan), karena bulan ini umat Islam dianjurkan banyak bersedekah, terutama untuk meringankan beban fakir dan miskin. Nabi SAW memberi keteladanan terbaik sebagai orang yang paling dermawan pada bulan suci.
Kedelapan, Syahr al-Shabr (bulan kesabaran), karena puasa melatih seseorang untuk bersikap dan berperilaku sabar, berjiwa besar, dan tahan ujian.
Kesembilan, Syahr Allah (bulan Al lah), karena di dalamnya Allah melipatgandakan pahala bagi orang berpuasa.
Jadi, Ramadhan adalah bulan yang sangat sarat makna yang kesemuanya bermuara kepada kemenangan, yaitu: kemenangan Muslim yang berpuasa dalam melawan hawa nafsu, egositas, keserakahan, dan ketidakjujuran. Sebagai bulan jihad, Ramadhan harus dimaknai dengan menunjukkan prestasi kinerja dan kesalehan individual serta sosial.
“Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari.”***

Get free daily email updates!

Follow us!



Share to Facebook Share this post on twitter Bookmark Delicious Digg This Stumbleupon Reddit Yahoo Bookmark Furl-Diigo Google Bookmark Technorati Newsvine Tips Triks Blogger, Tutorial SEO, Info

0   komentar

Cancel Reply

Led


copas gif

loading

SOCIAL NETWORK

email  
   
 
google plusGoogle+
 
  youtube 
 
andyrra.com

VISITOR FROM

andyrra.com

RECENT POST



>

Enter your email address:



what is my ip address?