Benar pesan seorang guru, agama bukanlah senjata untuk menyerang orang lain. Agama adalah kemulyaan untuk memperbaiki diri. Bila iptek dibuat tumbuh deras oleh keinginan, agama mulai dengan menempatkan keinginan ke tempat semula sebagai pembantu (bukan sebagai penguasa).
Tatkala nafsu keinginan sudah kembali menjadi pembantu, lebih mudah mendudukkan agama ke fungsi semula: menjadi sumber kemulyaan bukan sumber kebencian.
Maka dari itulah, agama dimulai dengan pertanyaan seberapa banyak kemarahan/kebencian/keserakahan yang mengotori diri ini. Tanpa pembersihan diri seperti ini, kekayaan logika mana pun hanya akan memperpanjang daftar panjang kesedihan.
Dibimbing kepekaan-kepekaan rasa seperti ini, mungkin berguna dan bermakna kalau belajar menemukan cahaya di balik duka cita:
1. Duka cita telah ada sejak awal sejarah manusia. Iptek, kekayaan logika dan upaya manusia yang lain tidak bisa membuatnya sirna sepenuhnya.
2. Karena tidak bisa dimusnahkan, pasti ada cahaya makna di sana. Berbeda dengan kebanyakan orang yang mau mengenyahkan duka cita, banyak guru yang mencoba menemukan cahaya di balik duka cita. Dan ternyata, duka cita tidak seburuk dibayangkan kebanyakan orang.
3.Dengan kejernihan rasa terlihat, duka cita adalah mesin turbo yang mendorong manusia segera keluar dari samudera derita (kelahiran, usia tua, sakit-sakitan, kemalangan, kebencian, kematian dll). Tanpa duka cita, manusia akan diikat kuat-kuat oleh godaan-godaan duniawi, untuk kemudian terus menerus berputar di samudera derita ini. Kebahagiaan memang menawan, tapi ia tidak memberi pelajaran semenawan duka cita.
Cuma, cahaya makna ini hanya mungkin timbul dalam batin yang tidak buru-buru menyebut duka sebagai kesalahan/hukuman, namun dengan penuh kesabaran melihatnya sebagi kekuatan pendorong untuk keluar dari derita berkepanjangan.
Itu sebabnya, banyak sekali orang yang tulus/ikhlas sembahyangnya, meditasinya, dzikirnya, yoganya akan jauh lebih dalam justru ketika sedang digoda duka cita. Karena ada cahaya di sana!
Untuk itu, mungkin layak direnungkan ulang membenci duka cita secara membabi buta. Lebih-lebih menyebutnya sebagai kesalahan/hukuman secara berlebihan. Dibimbing kesabaran/ketulusan/keikhlasan, temukan cahaya bimbingannya. Mengalirlah bersamanya.
4. Duka cita tidak saja menerangi ke dalam (sebagaimana renungan ketiga), ia juga menerangi keluar. Dibimbing kepekaan rasa, belajarlah melihat orang-orang yang menimbulkan duka cita tidak dengan judul menakutkan seperti musuh/barbar/teroris/zionis dan sejenisnya. Belajar melihat mereka dengan judul manusia yang sedang berduka. Disebut berduka karena sedang kehilangan seluruh akal sehat dan kekayaan rasa. Dengan kehilangan terakhir, mereka sedang tenggelam dalam derita. Untuk itu, mereka tidak membutuhkan kemarahan kita, mereka sedang membutuhkan welas asih kita.
Disamping itu, setiap tindakan kejahatan tidak berdiri sendiri. Dalam bahasa The Book of Mirdad: dalam setiap pembunuhan, si terbunuhlah yang mengasah pisaunya.
Cara pandang seperti ini diperlukan, sebab bila judulnya musuh maka yang muncul di dalam sini adalah kemarahan. Bila judulnya duka cita maka yang muncul di dalam sini adalah welas asih.
Apa arti tahun baru?
Sebagian manusia menganggapnya sebagai tahun asa, tahun cahaya, tahun cita, tahun duka, tahun cinta, tahun derita, tahun harapan, tahun nestapa, tahun rasa, dsb. Penulis cenderung memilih tahun baru sebagai tahun cahaya.
Tahun cahaya adalah tahun dimana semua unsurnya memancarkan cahaya yang terang, membentuk harmoni yang cemerlang. Tahun dimana negeri kita memiliki manusia-manusia cahaya. Manusia seperti inilah yang diharapkan dapat mengelola alam-semesta secara bijaksana.
Apa itu manusia cahaya? Manusia cahaya adalah manusia yang telah tercerahkan sepenuhnya sehingga dapat menerangi dirinya sendiri, keluarganya, masyarakatnya, negaranya, dunianya, dan semesta raya. Singkatnya, manusia cahaya adalah mereka yang dirinya telah tercerahkan sehingga dapat mencerahkan semesta.
Lalu, bagaimana cara menjadi manusia cahaya? Caranya mudah dan sederhana.
Pertama, membersihkan hati dan diri dari berbagai noda dan dosa. Jika kita memiliki banyak dosa, perbuatan kita diwarnai hal-hal yang tercela, perkataan kita menimbulkan luka, maka sebaiknya kita segera sadar diri, bertaubat, memohon ampunan kepada Allah, bertekad tidak akan mengulangi lagi, dan konsisten di dalam menebar benih kebaikan dan menanam bibit cinta kasih.
Kedua adalah dengan mencegah diri dari semua penyakit hati, seperti: mudah berprasangka buruk, iri, dengki, takabur, suka pamer, dendam, dsb. Agar tidak terserang penyakit hati adalah dengan selalu bersyukur kepada Allah, tidak membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain dalam hal duniawi (seperti: materi, kekuasaan, pangkat, kedudukan, jabatan, keluarga, kepandaian, dsb), senantiasa menyibukkan diri dengan berbagai hal yang berguna, dan tidak suka mencari-cari kesalahan orang lain.
Manusia cahaya memiliki jiwa cahaya, jiwa yang suci, sehingga semua yang berada di sekitarnya ikut tercerahkan, dapat menemukan jalan Cahaya menuju ke sumber Cahaya. Manusia cahaya memiliki hati nirwana, sehingga bila berada di dekatnya, mudah merasakan kedamaian dan kebahagiaan sejati nan abadi.
Ketiga adalah dengan memiliki mindset (pola/paradigma berpikir) yang baik, benar, teratur, dan terarah. Mindset inilah pondasi kita untuk berpikir positif, kreatif, inovatif, selektif, dan produktif.
Sederhananya, apa yang kita pikirkan itulah yang akan menjadi kenyataan. Jika kita selalu berpikir tentang peluang, maka berbagai kemudahan dan kesempatan akan menyambut kita. Jika kita senantiasa berpikir tentang risiko, maka kesulitan dan krisis akan menghampiri kita. Oleh karena itulah sebaiknya setiap diri kita senantiasa berhati-hati di dalam berpikir.
Manusia cahaya memiliki pemikiran cahaya; pemikiran yang terang serta menerangi, pemikiran yang cerah serta mencerahkan. Dengan demikian semua persoalan hidup segera menemukan solusinya.
Keempat adalah berkata benar atau diam. Perkataan yang baik membawa kita kepada kebenaran. Perkataan yang benar membawa kita kepada kebijaksanaan. Perkataan yang bijaksana...inilah mata air kebaikan. Jika berbicara membuat kita binasa, maka diam itulah kebijaksanaan. Jika berbicara membuat jiwa tersiksa, hati terluka, dan raga menderita, maka diam itulah kebijaksanaan. Jika berbicara hanya sekadar berbicara, berkata tanpa makna, maka diam itulah kebijaksanaan.
Manusia cahaya, perkataannya adalah cahaya. Jika berkata maka kata-katanya adalah sumber kebenaran yang menerangi dan mencerahkan. Jika diam, maka diamnya pun merupakan jawaban.
Ya, benar...Bagi manusia cahaya, diam merupakan jawaban cahaya atas semua pertanyaan rahasia semesta.
Kelima adalah bertindak dan berbuat yang berguna secara hati-hati, terencana, dan bijaksana. Misalnya dengan membaca pengetahuan yang benar, menuliskan pengalaman yang inspiratif, mendengarkan nasihat yang bijaksana, mendendangkan lagu yang menggetarkan jiwa, dan sebagainya.
Segala tindakan dan perbuatan kita hendaknya dilakukan demi sang Mahacinta, atas petunjuk sang Mahakasih, sehingga cahaya Cinta Kasih dapat terasa di hati semua manusia dan menerangi semesta raya.
Jika kita bertindak atau berbuat hanya demi menggapai mimpi duniawi maka mustahil kita mencapai inti surgawi.
Bagi manusia cahaya, semua tindakan dan perbuatannya senantiasa mengingatkan manusia akan jatidirinya, menginspirasi jiwa untuk bertindak atas nama sang Maha Cinta-Kasih, mengasah nurani menjadi semakin suci, dan menyadarkan manusia selalu dalam harmoni. Bila manusia-bumi-semesta dalam harmoni, maka kita mudah merasakan kehangatan hati Ilahi.
Agar makna senantiasa abadi di dalam jiwa, maka marilah kita renungkan mutiara kata berikut ini:
Barang siapa!!Barangsiapa menebar doadia menuai KehidupanBarangsiapa menebar cintadia menuai KeabadianBarangsiapa menebar kasihdia menuai KedamaianBarangsiapa menebar bencidia menuai kesengsaraanBarangsiapa menebar dermadia menuai kekayaanBarangsiapa menebar ilmudia menuai kebijaksanaanBarangsiapa menebar semangatdia menuai kesuksesanBarangsiapa menebar persahabatandia menuai kebahagiaanBarangsiapa menebar permusuhandia menuai kehancuran
Marilah kita menjadikan tahun baru 2014 sebagai tahun cahaya. Tahun dimana kita menjelma sebagai manusia cahaya, manusia yang menerangi dunia dan semesta.
0 komentar