Surat pendek yang jatuh pada urutan ke-112 dari urutan surat-surat dalam Al-Qur`an ini sangat populer di semua usia, termasuk anak-anak. Salah satu poin yang menarik dari surat yang hanya berjumlah empat ayat ini adalah karena meskipun namanya surat Al-Ikhlas, namun tak satu kata ”ikhlas” pun yang kita temukan di dalamnya.
Ini mengindikasikan bahwa ikhlas itu memang sangat abstrak, bahkan tidak bisa dideteksi oleh alat detektor mana pun, termasuk oleh setan dan iblis.
Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui perihal keikhlasan hati seseorang. Siapa saja bisa mengatakan, ”Saya melakukannya dengan penuh ketulusan.” Tidak pernah ada larangan untuk mengatakan dan mengungkapkan kata-kata seperti itu. Namun, siapa yang akan mampu mendeteksi kebenaran dari kata-kata tersebut, bila—misalnya—antara kata dan perbuatannya berbeda.
Ketika azan berkumandang, pertanda waktu shalat telah tiba, orang-orang berdatangan menuju masjid. Namun, siapakah yang menjamin bahwa setiap yang datang melangkah ke masjid berniat semata-mata karena Allah? Bisa jadi ada yang datang karena seusai shalat mau berjualan pada jamaah yang shalat di masjid tersebut. Mungkin pula ada yang mau datang ke masjid karena terikat janji pertemuan dengan temannya. Ada pula yang mau datang karena seusai shalat ada pengajian, apalagi seusai pengajian disiapkan santapan berupa kue-kue atau makanan lainnya yang tentu dibagikan secara Cuma-cuma. Astaghfirullah, semoga kita tidak termasuk yang demikian itu.
Idealnya, setiap gerakan dan perbuatan yang kita lakukan, hendaknya dilakukan dengan niat yang penuh semata-mata karena Allah SWT. Mungkin amat sulit dilakukan, terutama di zaman seperti saat ini, zaman ketika pengaruh materialisme amat mengkristal. Namun, sesulit apa pun, tidak berarti tidak bisa dilakukan. Memang perlu latihan yang kontinu, kesabaran yang tak bertepi, ketekunan yang luar biasa dan tentu saja ”perjuangan”. Allah SWT berfirman,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mengabdi kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah [98]: 5)
Kita kembali pada surat Al-Ikhlash. Pada surat tersebut, terdapat teks, “Allah tempat bergantung.” Ya, memang hanya Dia-lah Zat yang pantas dan Mahamampu untuk menjadi tempat bergantung semua yang kita perlukan. Kalau kita menggantungkan harapan kepada orang lain, baik itu orangtua, pasangan hidup, kekasih, dokter, sopir, teman, sahabat, guru, kiai, ajengan, atau apa dan siapa saja, sungguh sebaiknya kita bersiap-siap untuk kecewa, karena orang, barang, atau bahkan institusi itu bukan tempat yang pantas untuk menjadi tempat bergantung sehingga amat sangat berpotensi untuk kecewa dan mengecewakan.
Oleh karena itu, inilah saatnya untuk berlatih secara pelan-pelan tapi pasti agar hati kita tidak lagi bergantung kepada apa pun atau siapa pun, bahkan pada saat di mana pun dan kapan pun. Mari, kita ambil hikmah dari kisah berikut ini!
Marlina Hamidah, sarjana yang baru lulus dari salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta benar-benar kecewa dan stres berat. Itu semua karena teman-teman akrab yang diundangnya tak satu pun yang bisa hadir pada saat acara “pesta kecil” yang sengaja ia adakan menjelang perpisahannya. Pesta lajang istilahnya, karena tak lama lagi ia mau mengakhiri masa lajangnya.
Bambang Budianto benar-benar kecewa dan stres berat, bahkan nyaris gila karena orang yang dipercaya untuk meluluskan dan memuluskan prosesnya mendapatkan status Pegawai Negeri Sipil yang telah menerima bayaran Bambang tidak kurang dari 35 juta rupiah, ternyata berkhianat. Uangnya habis, dirinya tetap saja tidak menjadi PNS.
Malik juga tak kalah stres dan kecewa lantaran dikibulin oknum polisi yang berjanji meluluskannya untuk memperoleh SIM C. Pada saat memproses secara prosedural untuk memperoleh SIM C tersebut, ternyata ia dinyatakan tidak lulus. Padahal, ilmu mengendarainya sudah sangat hebat. Kok, tiba-tiba muncul sang oknum tersebut menawarkan jasa lewat jalan pintas. Malangnya, meski telah mengikuti tawaran sang oknum, ternyata ia tidak lulus juga.
Silakan melakukan sensus sendiri di sekitar kita. Berapa banyak cowok maupun cewek yang stres berat, frustrasi tak terkira, sakit hati, kecewa berat karena diputus sang kekasihnya? Tentu saja kita boleh meminta tolong kepada orang lain, tetapi jangan terlalu berharap sehingga menggantungkan harapan hanya kepada pertolongan orang tersebut. Proses meminta tolong kepada orang lain tetap dijalankan, namun hati kita tetap penuh harap dan pasrah sepenuh hati hanya kepada Allah SWT.
Inilah rahasia surat Al-Ikhlas. Lakukan segalanya sepenuh hati, sepenuh jiwa hanya untuk Allah SWT semata. Hanya Dialah Zat Yang Mahasempurna, Mahapantas untuk menerima curahan hati dan doa-doa kita. Dia-lah Zat dengan 99 Al-Asmaul Husna-Nya. Kita bisa ketuk, kita dapat memanggil dengan menyebut nama-Nya yang kita perlukan, sesuai kebutuhan kita.
* Artikel ini disarikan dari buku “Meraih Dahsyatnya Ikhlash” terbitan QultumMedia, 2010. Buku karya Ahmad Hadi Yasin ini akan membimbing Anda menjadi seorang mukmin yang ikhlas (mukhlish) sehingga mencapai kehidupan yang diridhai Allah SWT dan mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Surat 112: Al-Ikhlash
(Memurnikan Keesaan Allah)
(Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang)
No.
|
Teks terjemahan
|
Teks Qur'an dan latinnya
|
"Katakanlah: 'Dialah Allah, Yang Maha Esa'." – (QS.112:1)
|
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
|
|
Qul huwallahu ahad(un)
|
||
"Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya, segala urusan." – (QS.112:2)
|
اللَّهُ الصَّمَدُ
|
|
Allahush-shamad(u)
|
||
"Dia tidak beranak, dan tiada pula diperanakkan," – (QS.112:3)
|
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
|
|
Lam yalid walam yuulad
|
||
"dan tidak ada seorang (sesuatu)pun, yang setara dengan Dia." – (QS.112:4)
|
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
|
|
Walam yakul(n) lahu kufuwan ahad(un)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar