Musa (bahasa Ibrani: שׁהֶֹמ, Standar Mošé Tiberias Mōšeh; bahasa Arab: موسى, Mūsā; bahasa Ge’ez: Musse) (lahir ~1527 SM, meninggal ~1408 SM) adalah seorang nabi yang menyampaikan Hukum Taurat dan menuliskannya dalam Pentateveh/Pentateukh (Lima Kitab Taurat) dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Musa adalah anak Amram bin Kehat dari suku Lewi, anak Yakub bin Ishak. Ia diangkat menjadi nabi
sekitar tahun 1450 SM. Ia ditugaskan untuk membawa Bani Israil (Israel) keluar dari Mesir. Namanya disebutkan sebanyak 873 kali dalam 803 ayat dalam 31 buku di Alkitab
Terjemahan Baru[10] dan 136 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki 2 orang anak (Gersom dan Eliezer) dan wafat di Tanah Tih (Gunung Nebo)
Terjemahan Baru[10] dan 136 kali di dalam Al-Quran. Ia memiliki 2 orang anak (Gersom dan Eliezer) dan wafat di Tanah Tih (Gunung Nebo)
Kelahiran Nabi Musa AS
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
"Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi, dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka, dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." – (QS.28:4)
Raja Fir’aun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya Nabi Musa, adalah seorang raja yang zalim, kejam dan tidak berperikemanusiaan. Ia memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya. Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama Bani Isra’il yang menjadi hamba kekejaman, kezaliman dan bertindak sewenang-wenangnya dari raja dan orang-orangnya. Mereka merasa tidak tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau pun berada dalam rumah mereka sendiri. Mereka tidak berani mengangkat kepala bila berhadapan dengan seorang hamba raja dan berdebar hati mereka karena ketakutan bila kedengaran suara pegawaipegawai kerajaan lalu di sekitar rumah mrk, apalagi bunyi kasut mrk sudah terdengar di depan pintu.
وَنُرِيدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الأرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَنَجْعَلَهُمُ الْوَارِثِينَ
"Dan Kami hendak memberi karunia, kepada orang-orang yang tertindas (Bani Israil) di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)," – (QS.28:5)
Raja Fir’aun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu, bergelimpangan dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada taranya, bahkan mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah oleh rakyatnya. Pd suatu hari beliau telah terkejut oleh ramalan oleh seorang ahli nujum kerajaan yang dengan tiba-tiba dtg menghadap raja dan memberitahu bahwa menurut firasatnya falaknya, seorang bayi lelaki akan dilahirkan dari kalangan Bani Isra’il yang kelak akan menjadi musuh kerajaan dan bahkan akan membinasakannya. Raja Fir’aun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki, tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu.
وَنُمَكِّنَ لَهُمْ فِي الأرْضِ وَنُرِيَ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا مِنْهُمْ مَا كَانُوا يَحْذَرُونَ
"dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka (Bani Israil) di muka bumi, dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya, apa yang selalu mereka kuatirkan dari mereka (Bani Israil) itu." – (QS.28:6)
Maka dilaksanakanlah perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah dimasuki dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada saat melahirkan bayinya. Raja Fir’aun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi laki-laki yang masih hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman “Kun” pasti akan wujud dan menjadi kenyataan “Fayakun”. Tidak sesuatu kekuasaan bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat menghalangi atau mengagalkannya.
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلا تَخَافِي وَلا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia, dan apabila kamu kuatir terhadapnya (karena akan dibunuh oleh Fir'aun), maka jatuhkanlah (alirkanlah) dia (dalam perahu kecil dan keranjang) ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu kuatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya, Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul." – (QS.28:7)
Raja Fir’aun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan zalim itu bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat dalam Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi yang justeru diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan diwarisi kelak oleh umat Bani Isra’il yang dimusuhi, dihina, ditindas dan disekat kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar yang tumbuh di antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing dari tengah kegelapan yang mencekam. Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Ya’qub sedang duduk seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti dtgnya seorang bidan yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari dalam kandungannya itu. Bidan dtg dan lahirlah bayi yang telah dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan sihat afiat.
فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ
"Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya (nanti) dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah." – (QS.28:8)
Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan namun setelah diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sgt disayangi itu akan dibunuh oleh orang-orang Fir’aun. Ia mengharapkan agar bidan itu merahsiakan kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu. Setelah bayi mencapai tiga bulan,
وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ لَوْلا أَنْ رَبَطْنَا عَلَى قَلْبِهَا لِتَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)." – (QS.28:10)
Yukabad tidak merasa tenang dan selalu berada dalam keadaan cemas dan khuatir terhadap keselamatan bayinya. Allah memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya di dalam sebuah peti yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh bersedih dan cemas ke atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai salah seorang rasul. Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap jaminan Illahi, mak dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan mengikuti peti rahsia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi erti yang sgt besar bagi perjalanan sejarah umat manusia.
وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ
"dan Kami cegah Musa, dari menyusui kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya), sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa (kepada istri Fir'aun): 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu, ahlulbait yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?'." – (QS.28:12)
Alangkah cemasnya hati kakak Musa, ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan kepada ibunya, isteri Fir’aun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena sedih dan cepat serta hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah yang telah dinerikan kepadanya.
وَقَالَتْ لأخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ
"Dan berkatalah ibu Musa, kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia'. Maka kelihatan olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahui-nya," – (QS.28:11)
Raja Fir’aun ketika diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi laki-laki yang ditemui di dalam peti yang terapung di atas permukaan sungai Nil, segera memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata kepada isterinya: “Aku khuatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan kami y besar ini.” Akan tetapi isteri Fir’aun yang sudah terlanjur menaruh simpati dan sayang terhadap bayi yang lucu dan manis itu, berkata kepada suaminya: “Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh. Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil dia sebagai anak, kalau-kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kami. Hatiku sgt tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayangmu”.
وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ
"Dan berkatalah istri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita, atau kita ambil ia menjadi anak', sedangkan mereka tiada menyadari (akibatnya nanti)." – (QS.28:9)
Atas pertanyaan keluarga Fir’aun, kalau-kalau ia mengenal keluarga bayi itu, berkatalah kakak Musa: “Aku tidak mengenal siapakah keluarga dan ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik dan selalu rajin mengasuh anak, kalaukalau bayi itu dpt menerima air susu ibu keluarga itu”. Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri Fir’aun dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah air susu ibu
فَرَدَدْنَاهُ إِلَى أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ
"Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka-cita, dan supaya ia mengetahui, bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui-nya." – (QS.28:13)
Kisah Musa Allah sebutkan secara terperinci ada di 4 surat: al-Baqarah, al-A’raf, Thaha, dan al-Qashas. Umat beliau, Bani Israil, adalah umat yang paling afdhal di zamannya. Allah berfirman,
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat. (QS. al-Baqarah: 47)
Dan perlu dipahami, umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik dari mereka. Karena Allah sebut umat Muhammad sebagai khoiru ummah. Allah berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia.” (QS. Ali Imran: 110).
Musa Memukul Orang Qibthi
وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ
“Dan dia (Musa) masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka dia mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan yang seorang lagi dari pihak musuhnya (Fir`aun). Orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk (mengalahkan) orang yang dari pihak musuhnya. Lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Dia (Musa) berkata, ‘Ini adalah perbuatan setan….” (QS. Al-Qashash [28]: 15)
Musa beranjak dewasa. Ia tumbuh menjadi pemuda yang tegap dan kuat. Allah memberikan petunjuk kepadanya bahwa ia bukan anak kandung Fir`aun. Sejak awal, Musa memang merasa ia bukan anak kandung Fir`aun. Ia tidak suka dengan kesewenang-wenangan Fir`aun.
Suatu hari, Musa berjalan keliling kota Memphis. Tiba-tiba, ia melihat dua orang sedang berkelahi. Yang satu adalah seorang Qibthi (bangsa Mesir) bernama Fatun, prajurit istana. Sedangkan, satunya lagi seorang budak dari kalangan Bani Israil bernama Samiri.
قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْسًا فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ
"Musa berkata: 'Ya Rabb-ku, sesungguhnya aku telah membunuh seorang manusia, dari golongan mereka (kaum Fir'aun), maka aku takut mereka akan membunuhku." – (QS.28:33)
Musa berusaha melerai. Namun, Fatun tidak terima. Ia justru menyerang Musa. Terpaksa Musa membela diri. Ia melayangkan tinjunya. Tanpa diduga, Fatun tewas. Musa sangat menyesal. Ia tidak bermaksud membunuhnya. Kemudian, Musa memohon ampunan kepada Allah. Permohonan Musa dikabulkan.
Beberapa hari kemudian, Musa menemukan lagi Samiri sedang berkelahi. Ia pun mendatanginya dan bermaksud memarahinya agar jangan membuat ulah. Orang tersebut ketakutan. Ia mengira Musa akan memukulnya.
“Jangan kau pukul aku Musa. Kau jangan membunuh lagi. Kemarin, kau telah membunuh seorang Qibthi,” ujar Samiri. Ia tidak sadar perkataannya didengar oleh orang-orang Mesir.
Berita bahwa Musa pembunuh orang Qibthi segera menyebar. Pihak istana bermusyawarah untuk menjatuhi hukuman pada Musa. Akhirnya, mereka sepakat untuk menangkap dan menghukum mati Musa.
Nabi Musa bertemu Jodoh di kota Madyan
"Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota, (dengan) bergegas-gegas seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu, untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu'." – (QS.28:20)
"Maka keluarlah Musa dari kota itu, dengan rasa takut (dan) menunggu-nunggu dengan kuatir, dia berdo'a: 'Ya Rabb-ku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu'." – (QS.28:21)
وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلأ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ
"Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota, (dengan) bergegas-gegas seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu, untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu'." – (QS.28:20)
فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
"Maka keluarlah Musa dari kota itu, dengan rasa takut (dan) menunggu-nunggu dengan kuatir, dia berdo'a: 'Ya Rabb-ku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu'." – (QS.28:21)
Dengan berdoa kepada Allah: “Ya Tuhanku
selamatkanlah aku dari segala tipu daya orangorang
yang zalim” keluarlah Nabi Musa dari kota
Mesir seorang diri, tiada pembantu selain inayahnya
Allah tiada kawan selain cahaya Allah dan tiada
bekal kecuali bekal iman dan takwa kepada Allah.
Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih
karena meninggalkan tanahi airnya ialah bahwa ia
telah diselamatkan oleh Allah dari buruan kaum
fir’aun yang ganas dan kejam itu.
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan, ia berdo'a (lagi): 'Mudah-mudahan Rabb-ku memimpinku ke jalan yang benar'." – (QS.28:22)
Setelah menjalani perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan berkaki ayam {tidak berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu’aib yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin. Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pokok yang rendang bagi menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buruan.
وَلَمَّا تَوَجَّهَ تِلْقَاءَ مَدْيَنَ قَالَ عَسَى رَبِّي أَنْ يَهْدِيَنِي سَوَاءَ السَّبِيلِ
Setelah menjalani perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan berkaki ayam {tidak berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya, tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syu’aib yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin. Nabi Musa beristirehat di bawah sebuah pokok yang rendang bagi menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, berdiam seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerajaan yang menjadi seorang pelarian dan buruan.
Ia tidak tahu ke mana ia harus
pergi dan kepada siapa ia harus bertamu, di tempat
di mana ia tidak mengenal dan dikenal orang, tiada
sahabat dan saudara. Dalam keadaan demikian
terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala
berdesak-desak mengelilingi sebuah sumber air
bagi memberi minum ternakannya masing-masing,
sedang tidak jauh dari tempat sumber air itu berdiri
dua orang gadis yang menantikan giliran untuk
memberi minuman kepada ternakannya, jika para
penggembala lelaki itu sudah selesai dengan
tugasnya.
Musa merasa kasihan melihat kepada dua orang
gadis itu yang sedang menanti lalu dihampirinya dan ditanya : “Gerangan apakah yang kamu tunggu
di sini?” Kedua gadis itu menjawab: “Kami hendak
mengambil air dan memberi minum ternakan kami
namun kami tidak dapat berdesak dengan lelaki
yang masih berada di situ.
Kami menunggu
sehingga mereka selesai memberi minum ternakan
mereka. Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini
karena ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak
dapat berdiri, jangan lagi datang ke mari”. Lalu
tanpa mengucapkan sepatah kata dua pun
diambilkannyalah timba kedua gadis itu oleh Musa
dan sejurus kemudian dikembalikannya kepada mrk
setelah terisi air penuh sedang sekeliling sumber air
itu masih padat di keliling para pengembala.
Setibanya kedua gadis itu di rumah berceritalah
keduanya kepada ayah mrk tentang
pengalamannya dengan Nabi Musa yang karena
pertolongannya yangbtidak diminta itu mrk dapat
lebih cepat kembali ke rumah drp biasa. Ayah kedua
gadis yang bernama Syu’aib itu tertarik dengan
cerita kedua puterinya. Ia ingin berkenalan dengan
orang yang baik hati itu yang telah memberi
pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya
dan sekaligus menytakan terimakasih kepadanya. Ia
menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi
memanggilkan Musa dan mengundangnya datang
ke rumah.
وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ
Dengan malu-malu pergilah puteri Syu’aib menemui
Musa yang masih berada di bawah pohon yang
masih melamun. Dalam keadaan letih dan lapar
Musa berdoa: “Ya Tuhanku aku sangat memerlukan
belas kasihmu dan memerlukan kebaikan sedikit
brg makanan yang Engkau turunkan kepadaku.”
Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong
lamunannya: “Ayahku mengharapkan
kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekadar upah atas
jasamu menolong kami mendapatkan air bagi kami
dan ternakan kami.”
Musa sebagai perantau yang masih asing di negeri
itu, tiada mengenal dan dikenali orang tanpa
berfikir panjang menerima undangan gadis itu
dengan senang hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari
belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia
menerimanya dengan penuh ramah-tamah, hormat
dan mengucapkan terimakasihnya.
Dalam berbincang-bincang dab bercakap-cakap
dengan Syu’aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut
usianya itu
فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
"Kemudian datanglah kepada Musa, salah seorang dari kedua wanita itu, (sambil) berjalan dengan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil kamu, agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan)mu, memberi minum (ternak) kami'. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib), dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya). Syu'aib berkata: 'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu'." – (QS.28:25)
Musa mengisahkan kepadanya peristiwa
yang terjadi pd dirinya di Mesri sehingga terpaksa ia
melarikan diri dan keluar meninggalkan tanah
airnya bagi mengelakkan hukuman penyembelihan
yang telah direncanakan oleh kaum Fir’aun
terhadap dirinya.
Berkata Syu’aib setelah mendengar kisah tamunya:
“Engkau telah lepas dari pengejaran dari orangorang
yang zalim dan ganas itu adalah berkat
rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau
sudah berada di sebuah tempat yang aman di
rumah kami ini, di man engkau akan tinggallah
dengan tenang dan tenteram selama engkau suka.”
Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di
rumah Syu’aib sebagai tamu yang dihormati dan
disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga
tuan rumah yang merasa kagum akan
keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan
jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi
perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur.
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik, yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita), ialah orang yang kuat, lagi dapat dipercaya'." – (QS.28:26)
Hal mana telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu’aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka. Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: “wahai ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai.” Saranan gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap bergaul yang manis perilaku yang hormat dab sopan serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ
"Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik, yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita), ialah orang yang kuat, lagi dapat dipercaya'." – (QS.28:26)
Hal mana telah menimbulkan idea di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu’aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka. Berkatalah gadis itu kepada ayahnya: “wahai ayah! Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan penternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercayai.” Saranan gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap bergaul yang manis perilaku yang hormat dab sopan serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
"Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu, dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku (digaji selama ) delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu (tidak mewajibkan menambah waktu kerja). Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik'." – (QS.28:27)
Diajaklah Musa berunding oleh Syu’aib dan
berkatalah kepadanya: “Wahai Musa! Tertarik oleh
sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang
sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur,
selama engkau berada di rumah ini kami dan
mengingat akan usiaku yang makin hari makin
lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai
menantu, mengahwinkan engkau dengan salah
seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan
senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai
maskahwinnya, aku minta engkau bekerja sebagai
pembantu kami selama lapan tahun menguruskan
penternakan kami dan soal-soal rumahtangga yang
memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima
kasih kepada mu bila engkau secara suka rela mahu
menambah dua tahun di atas delapan tahun yang
menjadi syarat mutlak itu.”
Nabi Musa sebagai buruan yang lari dari tanah
tumpah darahnya dan berada di negeri orang
sebagai perantau, tada sanak saudara, tiada
sahabat telah menerima tawaran Syu’aib iut sebagai
kurniaan dari Tuhan yang akan mengisi kekosongan
hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan
teman hidup untuk menyekutunya menanggung
beban penghidupan dengan segala duka dan dukanya.
"Dia (Musa) berkata: 'Inilah (perjanjian) antara aku dan kamu (Syu'aib). Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan'." – (QS.28:28)
قَالَ ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ أَيَّمَا الأجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلا عُدْوَانَ عَلَيَّ وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ
"Dia (Musa) berkata: 'Inilah (perjanjian) antara aku dan kamu (Syu'aib). Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan'." – (QS.28:28)
Ia segera tanpa berfikir panjang berkata
kepada Syu’aib: “Aku merasa sgt bahagia, bahwa
pakcik berkenan menerimaku sebagai menantu,
semuga aku tidak menghampakan harapan pakcik
yang telah berjasa kepada diriku sebagai tamu yang
diterima dengan penuh hormat dan ramah tamah,
kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami
kepada anak puterinya. Syarat kerja yang pakcik
kemukakan sebagai maskahwin, aku setujui dengan
penuh tanggungjawab dab dengan senang hati.”
Setelah masa lapan tahun bekerja sebagai
pembantu Syu’aib ditambah dengan suka rela
dilampaui oleh Musa, dikahwinkanlah ia dengan
puterinya yang bernama Shafura. Dan sebagai
hadiah perkahwinan diberinyalah pasangan
penganti baru itu oleh Syu’aib beberapa ekor
kambing untuk dijadikan modal pertama bagi
hidupnya yang baru sebagai suami-isteri.
Pemberian beberpa ekor kambing itu juga
merupakan tanda terimaksih Syu’aib kepada Musa
yang selama ini di bawah pengurusannya,
penternakan Syu’aib menjadi berkembang biak
dengan cepatnya dan memberi hasil serta
keuntungan yang berlipat ganda
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَاسْتَوَى آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
"Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." – (QS.28:14)
وَدَخَلَ الْمَدِينَةَ عَلَى حِينِ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا فَوَجَدَ فِيهَا رَجُلَيْنِ يَقْتَتِلانِ هَذَا مِنْ شِيعَتِهِ وَهَذَا مِنْ عَدُوِّهِ فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ قَالَ هَذَا مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ عَدُوٌّ مُضِلٌّ مُبِينٌ
"Dan Musa masuk ke kota (Memphis), ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu, dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya, lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang menyesatkan, lagi nyata (permusuhannya)'." – (QS.28:15)]
Setelah menyelesaikan perjanjiannya dengan Nabi Syu’aib, Nabi Musa berangkat ke negeri Mesir bersama keluarganya. Ia juga membawa pergi sejumlah ternak kambing yang telah diberikan oleh mertuanya. Pada suatu malam yang sangat gelap dan dingin, mereka sampai disuatu lereng gunung. Tempat ini adalah Thur Sinai (gunung Sinai). Nabi Musa berusaha menghidupkan api, Namun api tidak mau menyala. Ia berusaha menyalakan lagi, tetapi api tetap tidak mau menyala.
فَلَمَّا قَضَى مُوسَى الأجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ آنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّورِ نَارًا قَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِخَبَرٍ أَوْ جَذْوَةٍ مِنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُونَ
"Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan, dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnya api di lereng gunung. Ia berkata kepada keluarganya: 'Tunggulah (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu, atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan'." – (QS.28:29)
Tiba-tiba dari jauh, Nabi Musa melihat api. Ia berkata kepada istrinya seperti yang dikisahkan dalam Surat Al- Qashash ayat 29, “Maka tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang telah ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnya api dilereng gunung tersebut. Ia berkata kepada keluarganya. ”Tunggulah (disini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badanmu.”
Kemudian Nabi Musa mendekat kepada api itu yang telah dilihatnya. Tiba-tiba terdengar suara. “Wahai Musa, Sungguh. Aku adalah Allah Tuhan seluruh alam !” Allah memerintahkan Nabi Musa menanggalkan alas kaki karena ia sementara berada di lembah suci Thuwa. Pada saat itu, Allah telah mengangkat Nabi Musa sebagai rasul.
Kemudian, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa. “Sesungguhnya Aku adalah Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku. Oleh karena itu, sembahlah Aku. Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya kiamat pasti akan tiba. Manusia akan menerima balasan atas segala perbuatannya.” Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu,
فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ مِنْ شَاطِئِ الْوَادِ الأيْمَنِ فِي الْبُقْعَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ الشَّجَرَةِ أَنْ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
"Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia (oleh Allah) dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: 'Ya Musa, sesungguhnya Aku adalah Allah, Rabb semesta alam," – (QS.28:30.
وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَلَمَّا رَآهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَانٌّ وَلَّى مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ يَا مُوسَى أَقْبِلْ وَلا تَخَفْ إِنَّكَ مِنَ الآمِنِينَ
"dan lemparkanlah tongkatmu'. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak, seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diserukan): 'Hai Musa datanglah kepada-Ku, dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman." – (QS.28:31)
Ketika itu, Nabi Musa membawa tongkat ditangannya. Allah memerintahkan Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Setelah tongkat dilempar, tiba-tiba tongkat itu menjadi ular. Nabi Musa menjadi ketakutan. Ia berlari sekuatnya. “Wahai Musa, janganlah takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang yang aman.” Nabi Musa diminta memegang ular itu dan ular pun berubah menjadi tongkat kembali. Kejadian ini dikisahkan di dalam Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 31. “Dan lemparkanlah tongkatmu.” Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) dan Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru). “ Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman.”
Allah berfirman,
اسْلُكْ يَدَكَ فِي جَيْبِكَ تَخْرُجْ بَيْضَاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ وَاضْمُمْ إِلَيْكَ جَنَاحَكَ مِنَ الرَّهْبِ فَذَانِكَ بُرْهَانَانِ مِنْ رَبِّكَ إِلَى فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
"Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar (berwarna) putih tidak bercacat (jernih), bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mu'jizat dari Rabb-mu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir'aun dan pembesar-pembesarnya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik'." – (QS.28:32)
Nabi Musa diperintahkan untuk menyadarkan Firaun dan pengikutnya yang tidak mempercayai adanya Allah swt. Oleh karena itu, Allah memberikan mukjizat-mukjizat itu kepada Nabi Musa sebagai bukti adanya kekuasaan Allah.
Kemudian Nabi Musa kembali kepada istrinya dan menceritakan semua kejadian dan peristiwa yang telah dialaminya, istri beliau hanya mendengar dan terdiam dan heran. Akhirnya, mereka meneruskan perjalanannya menuju ke istana kerajaan Firaun
Nabi Musa dan Harun Bertemu Firaun
وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَانًا فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءًا يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يُكَذِّبُونِ
"Dan (lagi) saudaraku Harun, dia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku, untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku kuatir mereka akan mendustakanku'." – (QS.28:34)
KETIKA Musa kembali ke Mesir, ia menceritakan mengenai semua mukjizat-mukjizat kepada saudaranya Harun. Dan ketika Musa dan Harun memperlihatkan kepada orang-orang Israel mukjizat-mukjizat ini, semua orang percaya bahwa Yehuwa beserta mereka.
قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطَانًا فَلا يَصِلُونَ إِلَيْكُمَا بِآيَاتِنَا أَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغَالِبُونَ
"Allah berfirman: 'Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mu'jizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamu-lah yang menang'." – (QS.28:35)
فَلَمَّا جَاءَهُمْ مُوسَى بِآيَاتِنَا بَيِّنَاتٍ قَالُوا مَا هَذَا إِلا سِحْرٌ مُفْتَرًى وَمَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الأوَّلِينَ
Nabi Musa, Shafura, dan Nabi Harun sampai di Mesir. Nabi Musa sangat sedih melihat keadaan Bani Israil. Mereka benar-benar diperlakukan sebagai budak oleh Fir`aun. Esok harinya, Nabi Musa dan Nabi Harun datang ke istana Fir`aun.
Fir' aun adalah seorang raja yang angkuh dan sombong serta sangat kejam di Al Qur'an jelas digambarkan kesobongan seoran Fira'un
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلأ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لأظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ
"Dan berkata Fir'aun: 'Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui ilah bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat (batu bata), kemudian buatlah untukku bangunan yang tinggi, supaya aku dapat naik melihat Ilah Musa (di langit), dan sesungguhnya aku benar-benar yakin, bahwa dia termasuk orang-orang pendusta'." – (QS.28:38)
“Siapa kalian?” Tanya Fir`aun dengan angkuh dari singgasananya. Rupanya Fir`aun tidak mengenali Nabi Musa.
“Aku adalah Musa dan ini saudaraku, Harun. Kami adalah rasul yang diutus Allah untuk menyadarkan kamu. Kami juga akan membebaskan Bani Israil dari kezhalimanmu,” ujar Nabi Musa tegas.
“Oh, jadi kau Musa. Kau telah kami rawat bertahun-tahun. Kami ajarkan berbagai pengetahuan kepadamu. Tetapi, kamu justru membunuh orang Qibthi. Sekarang, kamu sok pintar di hadapanmu. Kau benar-benar tidak tahu terima kasih,” ujar Fir`aun.
Nabi Musa menyanggah perkataan Fir`aun. Menjadi anak angkat Fir`aun bukanlah kebanggaan. Kezhaliman Fir`aunlah yang menyebabkan ibunya terpaksa menghanyutkannya ke Sungai Nil. Sedangkan, mengenai pembunuhan itu, Nabi Musa hanya membela diri. Ia telah memperoleh pengampunan dari Allah.
Kemudian, Nabi Musa menyeru Fir`aun agar menyembah Allah. Namun, Fir`aun justru murka. Ia merasa dirinya sebagai tuhan. Fir`aun mengancam Nabi Musa dan Nabi Harun. Ia akan memenjarakan keduanya jika tidak mau menyembah dirinya.
“Apakah engkau akan memenjarakan kami meski aku mendatangkan bukti yang nyata kepadamu?” sanggah Nabi Musa.
Kemudian Musa dan Harun pergi menghadap Firaun. Mereka berkata kepadanya, ’Yehuwa, Allah Israel berfirman, ”Biarkanlah umat-Ku pergi untuk tiga hari, supaya mereka dapat beribadat kepada-Ku di padang gurun.”’ Tetapi Firaun menjawab, ’Aku tidak kenal Yehuwa. Dan aku tidak akan membiarkan orang Israel pergi.’
وَاسْتَكْبَرَ هُوَ وَجُنُودُهُ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ إِلَيْنَا لا يُرْجَعُونَ
"Dan berlaku angkuhlah Fir'aun dan bala tentaranya di bumi (Mesir), tanpa alasan yang benar, dan mereka menyangka, bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami." – (QS.28:39)
Firaun marah, karena orang-orang Israel minta berhenti dari pekerjaan mereka untuk menyembah Yehuwa. Maka ia memaksa mereka bekerja lebih keras lagi. Orang-orang Israel menyalahkan Musa karena perlakuan buruk yang mereka terima, dan Musa merasa sedih. Tetapi Yehuwa berkata kepadanya supaya jangan khawatir. ’Aku akan memaksa Firaun agar membiarkan umat-Ku pergi,’ kata Yehuwa.
Musa dan Harun pergi untuk menghadap Firaun lagi. Kali ini mereka membuat sebuah mukjizat. Harun melemparkan tongkatnya, dan tongkat itu menjadi seekor ular yang besar. Tetapi para ahli dari Firaun juga melemparkan tongkat-tongkat mereka, dan muncullah ular-ular. Tetapi, lihat! Ular dari Harun memakan habis ular-ular dari para ahli. Firaun masih tetap tidak ingin membiarkan orang-orang Israel pergi.
قَالُوا أَرْجِهْ وَأَخَاهُ وَابْعَثْ فِي الْمَدَائِنِ حَاشِرِينَ
“Mereka menjawab, ‘Tahanlah (untuk sementara) dia dan saudaranya, dan utuslah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan (pesihir).” (QS.Asy-Syu`araa [26]: 36)
Maka tibalah waktunya bagi Yehuwa untuk memberikan suatu pelajaran kepada Firaun. Tahukah kau bagaimana Ia melakukannya? Ia mendatangkan 10 tulah atau kesukaran besar, atas Mesir.
Bani Isra’il keluar dari Mesir
Bani Isra’il yang cukup menderita akibat tindasan Fir’aun dan kaumnya cukup merasakan penganiayaan dan hidup dalam ketakutan di bawah pemerintahan Fir’aun yang kejam dan bengis itu, pada akhirnya sedar bahwa Musalah yang benarbenar dikirimkan oleh Allah untuk membebaskan mereka dari cengkaman Fir’aun dan kaumnya. Maka berduyun-duyunlah mereka datang kepada Nabi Musa memohon pertolongannya agar mengeluarkan mereka dari Mesir. Kemudian bertolaklah rombongan kaum Bani Isra’il di bawah pimpinan Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis. Dengan berjalan kaki dengan cepat karena takut tertangkap oleh Fir’aun dan bala tenteranya yang mengejar mereka dari belakang akhirnya tibalah mereka pada waktu fajar di tepi lautan merah setelah selama semalam suntuk dapat melewati padang pasir yang luas.
وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ يَبَسًا لا تَخَافُ دَرَكًا وَلا تَخْشَى
"Dan sesungguhnya, telah Kami wahyukan kepada Musa: 'Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka, jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah kuatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)'." – (QS.20:77)
Rasa cemas dan takut makin mencekam hati para pengikut Nabi Musa dan Bani Isra’il ketika melihat laut terbentang di depan mereka sedang dari belakang mrk dikejar oleh Fir’aun dan bala tenteranya yang akan berusaha mengembalikan mereka ke Mesir.
فَأَتْبَعُوهُمْ مُشْرِقِينَ
"Maka Fir'aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka, di waktu matahari terbit." – (QS.26:60)
Mereka tidak meragukan lagi bahwa bila mrk tertangkap, maka hukuman matilah yang akan mereka terima dari Fir’aun yang zalim itu.Berkatalah salah seorang dari sahabat Nabi Musa, bernama Yusha’ bin Nun: “Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
"Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: 'Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul'." – (QS.26:61)
” Musuh berada di belakang kami sedang mengejar dan laut berada di depan kami yang tidak dapat dilintasi tanpa sampan. Apa yang harus kami perbuat untuk menyelamatkan diri dari kejaran Fir’aun dan kaumnya?” Nabi Musa menjawab:
قَالَ كَلا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
"Musa menjawab: 'Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabb-ku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku'." – (QS.26:62)
“Janganlah kamu khuatir dan cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, dan Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang zalim itu.” Pada saat yang kritis itu, di mana para pengikut Nabi Musa berdebar-debar ketakutan, seraya menanti tindakan Nabi Musa yang kelihatan tenang sahaja, turunlah wahyu Allah kepada Nabi-Nya dengan perintah agar memukulkan air laut dengan tongkatnya.
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
"Lalu Kami wahyukan kepada Musa: 'Pukullah lautan itu dengan tongkatmu'. Maka terbelahlah lautan itu, dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar." – (QS.26:63)
Maka dengan izin Allah terbelah laut itu, tiap-tiap belahan merupakan seperti gunung yang besar. Di antara kedua belahan air laut itu terbentang dasar laut yang sudah mengering yang segera di bawah pimpinan Nabi Musa dilewatilah oleh kaum Bani Isra’il menuju ke tepi timurnya. Setelah mrk sudah berada di bahagian tepi timur dalam keadaan selamat terlihatlah oleh mereka Fir’aun dan bala tenteranya menyusuri jalan yang sudah terbuka di antara dua belah gunung air itu.
وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ يَبَسًا لا تَخَافُ دَرَكًا وَلا تَخْشَى
"Dan sesungguhnya, telah Kami wahyukan kepada Musa: 'Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka, jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah kuatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)'." – (QS.20:77)
Kembali rasa cemas dan takut mengganggu hati mereka seraya memandang kepada Nabi Musa seolah-olah bertanya apa yang hendak dia lakukan selanjutnya. Dalam pada itu Nabi Musa telah diilhamkan oleh Allah agar bertenang menanti Fir’aun dan bala tenteranya turun semua ke dasar laut. Karena takdir Allah tela mendahului bahwa mrk akan menjadi bala tentera yang tenggelam.
ثُمَّ أَغْرَقْنَا الآخَرِينَ
"Dan Kami tenggelamkan golongan yang (lain) itu (kaum Fir'aun)." – (QS.26:66)
Berkatalah Fir’aun kepada kaumnya tatkala melihat jalan terbuka bagi mereka di antara dua belah gunung air itu: “Lihat bagaimana lautan terbelah menjadi dua, memberi jalan kepada kami untuk mengejar orang-orang yang melarikan diri itu. Mrk mengira bahwa mrk akan dpt melepaskan dari kejaran dan hukumanku. Mrk tidak mengetahui bahwa perintahku berlaku dan ditaati oleh laut, jgn lagi oleh manusia. Tidakkah ini semuanya membuktikan bahwa aku adalah yang berkuasa yang harus disembah olehmu?” Maka dengan rasa bangga dan sikap sombongnya turunlah Fir’aun dan bala tenteranya ke dasar laut yang sudah mengering itu melakukan gerak-cepatnya untuk menyusul Musa dan Bani Isra’il yang sudah berada di tepi bahagian timur sambil menanti hukuman Allah yang telah ditakdirkan terhamba-hamba-Nya yang kafir itu. Demikianlah maka setelah Fir’aun dan bala tenteranya berada di tengah-tengah lautan yang membelah itu, jauh dari ke dua tepinya, tibalah perintah Allah dan kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalur jalan yang terbuka di mana Fir’aun dengan sombongnya sedang memimpin barisan tenteranya mengejar
فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ
"Maka Fir'aun dengan bala tentaranya mengejar mereka (Musa dan pengikutnya), lalu mereka (Fir'aun dan pengikutnya) ditutup oleh laut, yang menenggelamkan mereka." – (QS.20:78)
Musa dan Bani Isra’il. Terpendamlah mrk hidup-hidup di dalam perut laut dan berakhirlah riwayat hidup Fir’aun dan kaumnya untuk menjadi kenangan sejarah dan ibrah bagi generasi- akan datang. Pada detik-detik akhir hayatnya, seraya berjuang untuk menyelamatkan diri dari maut yang sudah berada di depan matanya, berkatalah Fir’aun: “Aku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Isra’il. Aku beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai salah seorang muslim.”
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia: 'Saya percaya, bahwa tidak ada Ilah, melainkan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'." – (QS.10:90)
Berfirmanlah Allah kepada Fir’aun yang sedang menghadapi sakaratul-maut: “Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dpt menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau sedar dan percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hambaKu dan berbuat-sewenang-wenang, merusak akhlak dan aqidah manusia-manusia yang berada di bawah kekuasaanmu. Terimalah sekarang pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang akan datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku.” Bani Isra’il pengikut-pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir’aun. Mrk masih terpengaruh dengan kenyataan yang ditanamkan oleh Fir’aun semasa ia berkuasa sebagai raja bahwa dia adalah manusia luar biasa lain drp yang lain dan bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan dan tidak akan mati. Khayalan yang masih melekat pd fikiran mrk menjadikan mrk tidak mahu percaya bahwa dengan tenggelamnya, Fir’aun sudah mati.
آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
"Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka, sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." – (QS.10:91)
Mrk menyatakan kepada Musa bahwa Fir’aun mungkin masih hidup namun di alam lain. Nabi Musa berusaha menyakinkan kaumnya bahwa apa yang terfikir oleh mrk tentang Fir’aun adalah suatu khayalan belaka dan bahwa Fir’aun sebagai orang biasa telah mati tenggelam akibat pembalasan Allah atas perbuatannya, menentang kekuasaan Allah mendustakan Nabi Musa dan menindaskan serta memperhambakan Bani Isra’il. Dan setelah melihat dengan mata kepala sendiri, tubuh-tubuh Firaun dan orang-orangnya terapungapung di permukaan air, hilanglah segala tahayul mrk tentang Fir’aun dan kesaktiannya. Menurut catatan sejarah, bahwa mayat Fir’aun yang terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir, lalu diawet hingga utuh sampai sekarang, sebagai mana dpt dilihat di muzium Mesir
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu dapat menjadi pelajaran, bagi orang-orang yang datang sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia, lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." – (QS.10:92)
Nabi Musa A.S. dan Al-Khidir
Pada suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan
kaumnya Bani Isra’il. Ia berdakwah kepada mereka,
memberi nasihat dengan mengingatkan kepada
mereka akan kurnia dan nikmat Allah yang telah
dicurahkan kepada mereka yang sepatutnya
diimbangi dengan syukur dan pelaksanaan ibadah
yang tulus, melakukan segala perintah-Nya dan
meninggalkan segala larangan-Nya. Kepada mereka
yang beriman, bertaat dan bertakwa, Nabi Musa
menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang
mengingkari nikmat Allah diancam dengan seksa
api neraka.
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
"Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada (muridnya): 'Aku tidak akan berhenti (berjalan), sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." – (QS.18:60)
Begitu Nabi Musa mengakhiri pidatonya bangunlah
di antara para hadiri bertanya kepadanya: “Wahai
Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai
dan paling berpengetahuan?” “Aku”, jawab Musa.
Apakah tidak ada kiranya orang yang lebih pandai
dan lebih berpengetahuan daripadamu?” Tanya lagi
si penanya itu. “Tidak ada” , ujar Musa seraya
berkata dalam hati kecilnya: ” Bukankah aku Nabi
terbesar di antara Bani Isra’il? Aku adalah penakluk
Fir’aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah
dapat membelah laut dengan tongkatku dan akulah
yang memperoleh kesempatan bercakap-cakap
langsung dengan Tuhan.
فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا
"Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu." – (QS.18:61)
Maka kemuliaan apa lagi
yang dapat melebihi kemuliaan serta kebesaran
yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan
dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku.”
Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela oleh Allah yang
memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah
lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia
adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana
luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, nescaya
akan terdapat orang lain yang lebih pandai dan
lebih alim daripadanya. Selanjutnya untuk
melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi
Musa Allah memerintahkan kepadanya agar
menemui seorang hamba-Nya di suatu tempat di
mana dua lautan bertemu. Hamba yang soleh yang
telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan
memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada
Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa
tiada manusia yang dapat membanggakan diri
dengan mengatakan bahwa akulah orang yang
terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.
Berkata Musa kepada Tuhan: “Wahai Tuhanku, aku
akan pergi mencari hamba-Mu yang soleh itu, bagi
memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat
titisan air pengetahuan dan ilham yang Engkau
telah berikan kepadanya
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا
"Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: 'Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih, karena perjalanan kita ini'." – (QS.18:62)
.”
Allah berfirman kepada Musa: “Bawalah seekor ikan
didalam sebuah keranjang dalam perjalananmu
mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di
mana engkau akan kehilangan ikan di dalam
keranjang itu, di situ engkau akan menemui hambaKu
yang soleh itu.” Nabi Musa menyiapkan diri
untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh
“Yusya’ bin Nun” seorang drp para pengikutnya
yang setia. Ia membawa bekal makanan dan
minuman di antaranya sebuah keranjang yang terisi
seekor ikan sesuai dengan petunjuk Allah. Ia
berkeras hati tidak akan kembali sebelum ia dapat
menemui hamba yang soleh itu walaupun ia harus
melakukan perjalanan yang berbulan-bulan bahkanb bertahun-tahun bila perlu.
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا
"Muridnya menjawab: 'Tahukah kamu, tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya, kecuali syaitan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali'." – (QS.18:63)
Ia berpesan kepada
teman sepejalanannya Yusya’ bin Nun agar segera
memberitahu kepadanya bilamana ikan yang di
dalam keranjang yang dibawanya itu hilang.
Tatkala Nabi Musa nerserta Yusya’ bin Nun sampai
di mana dua lautan bertemu yang telah diisyaratkan
dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas
sebuah batu yang besar yang berada di tepi lautan.
Pada saat ia lagi tidur nyenyak, turunlah hujan
rintik-rintik, membasahi seekor di dalam keranjang
itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan
tersebut itu masuk ke dalam laut.
Setelah Musa terjaga dari tidurnya, bangunlah
mereka meneruskan perjalanan yang tidak
menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam
perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa
beristirehat sekadar untuk menghilangkan rasa
penatnya seraya meminta dari Yusya bin Nun agar
menyiapkan santapannya karena ia sudah sgt lapar.
قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا
"Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari'. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula." – (QS.18:64)Ketika Yusya bin Nun membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya’ kepada Nabi Musa: “Aku telah dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur nyenyak, ikan kami yang berada di dalam keranjang tiba-tiba hidup kembali setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan.” Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya’ karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya’: “Inilah tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari.
Marilah
kami kembali ke tempat batu karang itu yang
menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami
yang jauh ini.”
Setiba mereka kembali di tempat di mana mereka
kehilangan ikan, mereka melihat seorang bertubuh
kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya
dan iman serta tanda-tanda orang soleh. Ia sedang
menutpi tubuhnya dan pakaiannya sendiri, yang
segera disingkapnya ketika mendengar kata-kata
salam Nabi Musa kepadanya.
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba (Khidhr), di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." – (QS.18:65)
“Siapakah engkau?” bertanya orang soleh itu. Musa
menjawab: “Aku adalah Musa.” Bertanya kembali
orang soleh itu: “Musa, nabi Bani Isra’ilkah?”
“Betul”, jawab Musa, seraya bertanya: “Dari
manakah engkau mengetahui bahawa aku adalah
Nabi Bani Isra’il?”
“Dari yang mengutusmu kepadaku”, jawab orang
soleh itu. “Inilah hamba Allah yang aku cari”,
berkata Musa dalam hatinya, seraya mendekatinya
dan berkata kepadanya: “Dapatkah engkau
memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan
bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai
bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan
mematuhi segala petunjuk dan perintahmu.”
Hamba soleh atau menurut banyak pendapat ahliahli
tafsir Nabi Al-Khidhir itu menjawab: “Engkau
tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila
engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku.
Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang
ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan
perbuatan yang salah dan mungkar namun pada
hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dab
engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri
melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku
yang ganjil menurut pandanganmu.”
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
"Musa berkata kepada Khidhr: 'Bolehkah aku mengikutimu, supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar, di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu'." – (QS.18:66)
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
"Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku." – (QS.18:67)
Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang
ingin belajar dan menambah pengetahuan : “InsyaAllah
engkau akan mendapati aku seorang yang
sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah
atau petunjuk daripadamu.”
Berkata Al-Khidhir kepada Musa: “JIka engkau
benar-benar ingin mengikutiku dan berjalan
bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan
mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku
memberitahukan kepadamu. Engkau harus berjanji
bahwa engkau tidak akan menentang segala
perbuatan dan tindakan yang aku lakukan
dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu
itu salah dan mungkar. Aku dengan sendirinya
memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan
dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir
perjalanan kami berdua.”
Dengan diterimanya pesyaratan Nabi Al-Khidhir oleh
Musa yang berjanji akan mematuhinya bulat-bulat,
maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam
perjalanan.
Pelanggaran pertama terhadap persyaratan AlKhidhir
terjadi tatkala mereka sampai di tepi pantai,
di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh.
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا
"Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu, lalu Khidhr melubanginya. Musa berkata: 'Mengapa kamu melubangi perahu itu, yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya. Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar'." – (QS.18:71)
Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik
perahu itu, agar menghantar mereka di suatu
tempat yang di tuju. Dengan senang hati
diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa
bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang
baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa
kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang
tidak terdapat pada orang biasa.
Tatkala mereka berada dalam perut perahu yang
sedang meluncur dengan lajunya di antara
gelombang-gelombang tiba-tiba Musa melihat AlKhidhir
melubangi perahu itu dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang
dianggap oleh Musa suatu gangguan dan
pengrusakan bagi milik seseorang yang telah
berbuat baik terhadap mereka.
Musa lupa akan janjinya sendiri dan ditegulah AlKhidhir
dengan berkata: “Engkau telah melakukan
perbuatan mungkar dengan merusak dan
melubangi perahu ini. Apakah dengan perbuatan
kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu
ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah
engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini
yang telah berjasa kepada kami dan
menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju
tanpa membayar sesen pun?”
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
"Dia (Khidhr) berkata: 'Bukankah aku telah berkata: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku'." – (QS.18:72)
Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa:
“Bukankah aku telah katakan kepadamu bahawa
engkau tidak akan sabar menahan diri melihat
tindak-tandukku di dalam perjalanan menyertaiku.”
Musa berkata: “Maafkanlah daku. Aku telah lupa
akan janjiku sendiri. Janganlah aku dipersalahkan
dan dimarahi akan kelupaanku.”
Permintaan maaf Musa diterimalah oleh Al-Khidhir
dan tibalah meeka berdua di tempat yang dituju di
sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di
darat dan bertemulah mereka dengan seorang
anak laki-laki yang sedang bermain-main dengan
kawan-kawannya. Tiba-tiba dipanggillah anak itu
oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak
jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya seketika itu.
Alangkah terperanjatnya Musa melihat tindakan AlKhidhir
yang dengan sewenang-wenangnya telah
membunuh seorang anak yang tidak berdosa,
seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa
adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang
tuanya.
قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا
"Musa berkata: 'Janganlah kamu menghukum aku, karena kelupaanku, dan janganlah kamu membebani aku, dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku'." – (QS.18:73)
Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak
dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan
pembunuhan yang tiada beralasan itu, maka
ditegurlah ia seraya berkata: “Mengapa engkau
telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa?
Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan
yang mungkar dan keji.”
Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya:
“Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa
engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan
dengan aku?”
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا
"Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: 'Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain. Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar'." – (QS.18:74)
Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir
itu, berucaplah Musa: “Maafkanlah aku untuk
kedua kalinya dan perkenankanlah untuk aku
meneruskan perjalanan bersamamu dengan
pergertian bahwa bila terjadi lagi perlanggaran dari
pihakku untuk kali ketiganya, maka janganlah aku
diperbolehkan menyertaimu
seterusnya.Sesungguhnya telah cukup engkau
memberi uzur dan memberi maaf kepadaku.”
Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir
dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua
sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin
beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat
mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh.
Mereka berusaha untuk mendapat tempat
penginapan sementara dan sedikit bahan makanan
untuk sekadar mengisi perut kosong mereka,
namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang
memang terkenal bachil {pelit} itu yang mahu
menolong mereka memberi tempat beristirehat
atau sesuap makanan sehingga dengan rasa
kecewa mereka segera meninggalkan desa itu.
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
"Khidhr berkata: 'Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku'." – (QS.18:75)
Dalam perjalanan Musa dan Al-Khidhir hendak
keluar dari desa itu mereka melihat dinding salah
satu rumah desa itu nyaris roboh. Segera AL-Khidhir menghampiri dinding itu dan ditegakkannya
kembali. Dan secara spontan, tanpa disedar,
berkata Musa kepada Al-Khidhir: “Hairan bin ajaib,
mengapa engkau berbuat kebaikan bagi
orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah
menolak untuk memberi kepada kami tempat
istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami
yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi
usahamu menegakkan dinding itu, agar dengan
upah yang engkau perolehi itu dapat kami
menutupi keperluan makan minum kami.
قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا
"Musa berkata: 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu, sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku'." – (QS.18:76)
”
Al-Khidhir menjawab: “Wahai Musa, inilah saat
untuk kami berpisah sesuai dengan janjimu yang
terakhir. Cukup sudah aku memberimu kesempatan
dan uzur. Akan tetapi sebelum kami berpisah , akan
aku berikan kepadamu tujuan serta alasan-alasan
perbuatan-perbuatanku yang engkau rasakan tidak
wajar dan kurang patut.”
“Ketahuilah hai Musa”, Al-Khidhir melanjutkan
huraiannya,”bahawa pengrusakan bahtera yang
kami tumpangi itu adalah dimaksudkan untuk
menyelamatkannya dari pengambil-alihan oleh
seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di
belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah
milik orang-orang fakir-miskin yang digunakan
sebagai sarana mencari nafkah bagi hidup mereka
sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan
dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir
dua kali untuk merampas bahtera itu yang
dianggapnya rusak dan berlubang itu. Maka
perbuatanku yang pada lahirnya adalah
pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah
menyelamatkannya dari tindakan perampasan
sewenang-wenangnya.”
فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا
"Maka keduanya berjalan, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu, (suatu) dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: 'Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu'." – (QS.18:77)
“Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah
bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan anak yang durhaka itu. Kedua orang tua
anak itu adalah orang-orang yang mukmin, soleh
dan bertakwa yang aku khuatirkan akan menjadi
tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena
dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan
dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai
anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada
mereka berdua.”
Sedang mengenai dinding rumah yang ku perbaiki
dan ku tegakkan kembali itu adalah karena
dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua
orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang
yang soleh ahli ibadah dan Allah menghendaki
bahwa warisan yang ditinggalkan untuk kedua
anaknya itusampai ketangan mereka selamat dan
utuh bila mereka sudah mencapai dewasanya,
sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah
mereka yang soleh dan bertakwa itu.”
قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
"Khidhr berkata: 'Inilah (saat) perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu, tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." – (QS.18:78)
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
"Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." – (QS.18:79)
“Demikianlah wahai Musa, apa yang ingin engkau
ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku yang
sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar
hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas
kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu
Allah kepadaku.”
Nabi Musa wafat pada usia 150 tahun di atas sebuah bukit bernama “Nabu”, di mana ia diperintahkan oleh Allah untuk melihat tanah suci yang dijanjikan {Palestin} namun tidak sampai memasukinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar