16 Okt 2013

Sejarah Pulau Lombok

Catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok yang lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui exspedisi di bawah Mpu Nala pada tahun 1343, sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada yang kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini,  meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok, dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan.
Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit,Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka, setelah kerajaan Majapahit runtuh.

Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota Lombok terletak di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air tawar yang banyak. Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi.

Masuknya Islam

Belakangan, ketika Kerajaan ini dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen, putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.

“Susuhnii Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh pelosok. Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin, Datu bandan di kirim ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier, dan Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali, Lombok, dan Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke Lombok, dimana dengan kekuatan senjata ia memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Setelah menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun selama ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap menganut keyakinan Pagan, masyarakat Lombok kembali kepada faham pagan. Setelah kemenangannya diSumbawa dan Bima, Prapen kembali, dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut, ia mengatur gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian lainnya hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden Salut untuk memelihara agama Islam, dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia memulai negosiasi (tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung.”

Proses pengislaman oleh Sunan Prapen menuai hasil yang menggembirkan, hingga beberapa tahun kemudia seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali beberapa tempat yang masih memepertahankan adat istiadat lama.
Sementara di Kerajaan Lombok, sebuah kebijakan besar dilakukan Prabu Rangkesari dengan memindahkan pusat kerajaan ke Desa Selaparang atas usul Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda. Pemindahan ini dilakukan dengan alasan letak Desa Selaparang lebih strategis dan tidak mudah diserang musuh dibandingkan posisi sebelumnya.

Dari wilayah pusat kerajaan yang baru ini, panorama Selat Alas yang indah membiru dapat dinikmati dengan latar belakang daratan Pulau Sumbawa dari ujung utara ke selatan dengan sekali sapuan pandangan. Dengan demikian semua gerakan yang mencurigakan di tengah lautan akan segera dapat diketahui. Wilayah ini juga memiliki daerah belakang berupa bukit-bukit persawahan yang dibangun dan ditata rapi bertingkat-tingkat sampai hutan Lemor yang memiliki sumber air yang melimpah.

Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi kerajaan yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah warisan tradisional masyarakat Lombok hari ini. Dengan mengacu kepada ahli sejarah berkebangsaan Belanda L. C. Van den Berg yang menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat mempengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual dalam rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud, antara lain Kotamgama, lapel Adam, Menak Berji, Rengganis, dan lain-lain. Bahkan para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim, dan sebagainya.

Dengan mengkaji lontar-lontar tersebut, menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama lembar 6 lembar menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma, dan Warsa. Danta artinya gading gajah; apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan lagi. Danti artinya ludah; apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat lagi. Kusuma artinya kembang; tidak mungkin kembang itu mekar dua kali. Warsa artinya hujan; apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam perkataan.

Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa istilah-istilah dan ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah dipergunakan dalam bidang politik dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil), tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti, setia), atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma (dermawan), kencak (terampil), atau genem (rajin).

Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi monemui kegagalan.

Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru dengan mengirim Dangkiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat mempengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti karena secara internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini.

Kedatangan VOC Belanda ke Indonesia yang menguasai jalur perdagangan di utara telah menimbulkan kegusaran Gowa, sehingga Gowa menutup jalur perdagangan ke selatan dengan cara menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Dan untuk membendung misi kristenisasi menuju ke barat, maka Gowa juga menduduki Flores Barat dengan membangun Kerajaan Manggarai.

Ekspansi Gowa ini menyebabkan Gelgel yang mulai bangkit tidak senang. Gowa dihadapkan pada posisi dilematis, mereka khawatir Belanda memanfaatkan Gelgel. Maka tercapai kesepakatan dengan Gelgel melalui perjanjian Saganing pada tahun 1624, yang isinya antara lain Gelgel tidak akan bekerja sama dengan Belanda dan Gowa akan melepaskan perlindungannya atas Selaparang, yang dianggap halaman belakang Gelgel.

Akan tetapi terjadi perubahan sikap sepeninggal Dalem Sagining yang digantikan oleh Dalem Pemayun Anom. Terjadi polarisasi yang semakin jelas, yakni Gowa menjalin kerjasama dengan Mataram di Jawa dalam rangka menghadapi Belanda. Sebaliknya Belanda berhasil mendekati Gelgel, sehingga pada tahun 1640, Gowa masuk kembali ke Lombok. Bahkan pada tahun 1648, salah seorang Pangeran Selaparang dari Trah Pejanggik bernama Mas Pemayan dengan gelar Pemban Mas Aji Komala, diangkat sebagai raja muda, semacam gubernur mewakili Gowa, berkedudukan di bagian bara pulau Sumbawa.

Akhirnya perang antara Gowa dengan Belanda tidak terelakkan. Gowa melakukan perlawanan keras terutama dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur. Sejarah mencatat Gow harus menerima perjanjian Bungaya pada tahun 1667. Bungaya adalah sebuah wilayah yang terletak disekitar pusat kerajaan Gelgel di Klungkung yang menandai eratnya hubungan Gelgel-Belanda. Konon Gelgel berusaha memanfaatkan situasi dengan mengirimkan ekspedisi langsung ke pusat pemerintahan Selaparang pada tahun 1668-1669, tetapi ekspedisi tersebut gagal.

Sekalipun Selaparang unggul melawan kekuatan tetangganya, yaitu Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari arah barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Bali) secara bergelombang, dan mendirikan koloni di kawasan Kotamadya Mataram sekarang ini. Kekuatan itu telah menjelma sebagai sebuah kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan, yang berdiri pada tahun 1622.

Namun bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba yaitu kekuatan asing, Belanda, yang sewaktu-waktu akan melakukan ekspansi. Kekuatan dari tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Sebab itu sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan pasukan kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Di balik itu, memang ada faktor-faktor lain terutama masalah perbatasan antara Selaparang dan Pejanggik yang tidak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan adanya saling mengharapkan peran yang lebih di antara kedua kerajaan serumpun ini. Atau saling lempar tanggung jawab. Dalam kecamuk peperangandan upaya mengahadapi masalah kekuatan yang baru tumbuh dari arah barat itu, maka secara tiba-tiba saja, tokoh penting di lingkungan pusat kerajaan, yaitu patih kerajaan sendiri yang bernama, Raden Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih pendapat dengan rajanya. Raden Arya Banjar Getas akhirnya meninggalkan Selaparang dan hijrah mengabdikan diri di Kerajaan Pejanggik.yang dulu (Kerajaan Pejanggik-red) berada di Daerah Pejanggik yang berada di Kecamatan Jonggat

Atas prakarsanya sendiri, Raden Arya Banjar Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung dengan sebuah Ekspedisi Tentara Kerajaan Karang Asem yang sudah mendarat menyusul di Lombok Barat. Semula, informasi awal yang diperoleh, maksud kedatangan ekspedisi itu akan menyerang Kerajaan Pejanggik.

Namun dalam kenyataan sejarah, ekspedisi itu telah menghancurkan Kerajaan Selaparang. Dan Kerajaan Selaparang dapat ditaklukkan hampir tanpa perlawanan, karena sudah dalam keadaan sangat lemah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1672. Pusat kerajaan hancur; rata dengan tanah, dan raja beserta seluruh keluarganya mati terbunuh.


Selaparang jatuh hanya tiga tahun setelah menghadapi Belanda. Empat belas tahun kemudian, pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik dibumi hanguskan oleh Kerajaan Mataram Karang Asem. Akibat kekalahan Pejanggik, maka Kerajaan Mataram mulai berdaulat menjadi penguasa tunggal di Pulau Lombok setelah sebelumnya juga meluluh lantakkan kerajaan-kerajaan kecil lainnya.

Era Pra Sejarah
Tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah Lombok ini.

Suku Sasak temasuk dalam ras tipe Melayu yang konon telah tinggal di Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu. Dengan demikian perdagangan antar pulau sudah aktif sejak zaman tersebut dan bersamaan dengan itu saling mempengaruhi antarbudaya juga telah menyebar.


Lombok Mirah Sasak Adi adalah salah satu kutipan dari kita Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata “Lombok” dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata “mirah” berarti permata, kata “sasak” berarti kenyataan, dan kata “adi” artinya yang baik atau yang utama. Maka arti keseluruhannya yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestariakan oleh anak cucunya (Sasak children). Dalam kitab – kitab lama, nama Lombok dijumpai disebut Lombok mirah dan Lombok adi . Beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan gumi selaparang atau selapawis.

Asal-usul penduduk pulau Lombok
Terdapat di beberapa versi, salah satunya yaitu kata “sasak” secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari kata “sah” yang berarti pergi dan “shaka” yang berarti leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang Sasak (Lombok). Dari etimologis ini di duga leluhur orang Sasak adalah orang Jawa. Terbukti pula dari tulisan Sasak yang oleh penduduk Lombok disebut Jejawan, yakni aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan Sasak.


Sasak traditional merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lombok, suku Sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Suku Sasak sudah menghuni pulau Lombok sejak abad IX sampai XI Masehi, Kata Sasak pada prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lombok dengan gumi sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang Sasak.

Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerajaan di Lombok maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan di luar pulau Lombok. Perkembangan era Hindu, Buddha, memunculkan beberapa kerajaan seperti Selaparang Hindu, dan Bayan. Kerajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasa dari kerajaan Majapahit saat ekspedisi Gajah Mada di abad XIII – XIV dan penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada abad VI.

Antara Jawa, Bali dan Lombok mempunyai beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan. Jika di telusuri asal – usul mereka banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal itu tidak lepas dari pengaruh penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lombok. Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lombok hal tersebut tidak lepas dari ekspansi yang dilakukan oleh kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau Lombok dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang. Hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam sehingga terciptalah genre kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi.

Gumi Sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Ada beberapa versi masuknya Islam ke Lombok sepanjang abad XVI Masehi. Yang pertama berasal dari Jawa dengan cara Islam masuk lewat Lombok timur. Yang kedua peng-Islaman berasal dari Makassar dan Sumbawa. Ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan–kerajaan di Lombok timur dan Lombok tengah.

Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk aliran seperti wektu telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan wektu telu sudah kurang mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lombok, hingga saat ini dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lombok saja khususnya di kota Mataram.

Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lombok dan masuknya pengaruh budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan Sasak. Sebagai bentuk dari Pertemuan (difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal kesenian, bentuk kesenian di Lombok sangat beragam. Kesenian asli dan pendatang saling melengakapi sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh kebudayaan Islam. Keduanya membawa kontribusi yang besar terhadap perkembangan kesenian-kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini. Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam bidang kesenian yaitu, yang merupakan pengaruh Bali; Kesenian Cepung, cupak gerantang, Tari jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu kesenian Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan Rebana.

Kajian tentang kerajaan-kerajaan di Lombok

Di antara sumber sejarah yang bisa digunakan untuk menjelaskan asal usul dari Lombok adalah Babad Lombok. Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad Suwung menyatakan bahwa, bahwa kerajaan tertua di Lombok adalah kerajaan Suwung yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung? Semuanya masih dalam perdebatan.
Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini bisa dirunut sebagai berikut, dengan catatan bahwa ini bukan satu-satunya versi yang berkembang. Pada awalnya, kerajaan yang berdiri adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan Sambalia, Lombok Timur. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut menandai berakhirnya kerajaan Pamatan.

Setelah Pamatan berakhir, muncullah kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini. Setelah kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul kerajaan Lombok. Seiring perjalanan sejarah, kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357 M. Raden Maspahit, penguasa kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang. Dalam perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama Selaparang.

Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode: pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan berakhir akibat ekspedisi kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua, periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.

Sebelum Abad ke 16 Lombok berada dalam kekuasan Majapahit, dengan dikirimkannya Maha Patih Gajah Mada ke Lombok. Pada akhir abad ke 16 sampai awal abad ke 17, lombok banyak dipengaruhi oleh Jawa Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri, juga dipengaruhi oleh Makassar. Hal ini yang menyebabkan perubahan agama di suku Sasak, yang sebelumnya Hindu menjadi Islam.

Pada awal abad ke 18 M, Lombok ditaklukkan oleh kerajaan Gel Gel Bali. Peninggalan Bali yang sangat mudah dilihat adalah banyaknya komunitas Hindu Bali yang mendiami daerah Mataram dan Lombok Barat. Beberapa Pura besar juga gampang di temukan di kedua daerah ini. Lombok berhasil bebas dari pengaruh Gel Gel setelah terjadinya pengusiran yang dilakukan kerajaan Selapang (Lombok Timur) dengan dibantu oleh kerajaan yang ada di Sumbawa (pengaruh Makassar). Beberapa prajurit Sumbawa kabarnya banyak yang akhirnya menetap di Lombok Timur, terbukti dengan adanya beberapa desa di Tepi Timur Laut Lombok Timur yang penduduknya mayoritas berbicara menggunakan bahasa Samawa.

Uraian di atas setidaknya bisa menunjukkan bahwa, kerajaan-kerajaan tersebut benar-benar ada, pernah berdiri, berkembang kemudian runtuh. Bagaimana informasi selanjutnya, seperti kehidupan sosial budaya masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? Data sejarah yang ada belum banyak mengungkap fakta tersebut.

Catatan sejarah yang lebih berarti mengenai kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya ekspedisi Majapahit tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim oleh Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan seluruh Nusantara di bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri perkembangan daerah taklukannya.

Ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak kerajaan Gel gel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang saling bersaudara, yaitu: kerajaan Bayan di barat, kerajaan Selaparang di Timur, kerajaan Langko di tengah, dan kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di bawah Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi wilayah yang merdeka.

Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya sumber air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai negeri, seperti Palembang, Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai, maka kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.

Kedatangan Penjajah Belanda

Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk mencegah jatuhnya jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan penjajah Eropa juga membawa misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian menaklukkan Flores Barat dan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk mencegah kristenisasi tersebut.

Ekspansi Gowa menimbulkan kekhawatiran Gelgel. Untuk mencegah agar Gelgel tidak dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan perjanjian dengan Gelgel tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining. Dalam perjanjian diatur, Gelgel tidak akan mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda, sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya atas Selaparang. Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena masing-masing pihak melanggar isi perjanjian tersebut.

Untuk mengimbangi Gelgel yang bekerjasama dengan Belanda, kemudian Gowa bekerjasama dengan Mataram di Jawa. Selanjutnya, dalam usaha untuk memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah peperangan antara Gowa dan Belanda di Lombok. Dalam perang tersebut, Gowa mengalami kekalahan, hingga terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda di Bungaya. Bungaya merupakan sebuah tempat yang terletak dekat pusat Kerajaan Gelgel di Klungkung, Bali, dan merupakan simbol dari dekatnya hubungan antara Gelgel dengan Belanda.

Konsekwensi kekalahan Gowa dari Belanda adalah, Gowa harus melepaskan seluruh daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima. Memanfaatkan kekosongan Gowa tersebut, Gelgel kembali mencoba menaklukkan Selaparang, namun selalu menemui kegagalan.

Walaupun Selaparang telah berhasil mengalahkan Gelgel, namun, wilayah kerajaan ini belum sepenuhnya aman dari ancaman eksternal. Dalam perkembangannya, kemudian berdiri dua kerajaan baru pada tahun 1622 M, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk mengantisipasi ancaman, kemudian Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara untuk menjaga perbatasan di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Ternyata, kehancuran Selaparang bukan karena serangan dua kerajaan kecil ini, tapi akibat serangan ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah, sementara keluarga kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.

Kehidupan Sosial Budaya

Di masa Prabu Rangkesari, Lombok (Selaparang) mencapai masa kejayaannya. Saat itu, kehidupan budaya berkembang pesat. Para cerdik pandai dari Selaparang menguasai dengan baik bahasa Kawi, bahasa yang berkembang di nusantara ketika itu. Berkat kemajuan dalam dunia sastra tersebut, akhirnya, para cendekiawan Selaparang berhasil menciptakan aksara baru, yaitu aksara Sasak yang disebut Jejawen.

Dengan bekal pengetahuan bahasa Kawi, Sasak dan aksara Sasak, para sastrawan Selaparang banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau menyalin sastra Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Di antara lontar-lontar tersebut adalah Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji dan Rengganis. Selain itu, para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran sufi para walisongo. Salinan dan adaptasi tersebut tampak dalam lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat Sidik Anak Yatim.

Kajian yang lebih mendalam terhadap lontar-lontar tersebut akan mampu mengungkap kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Lombok pada saat itu. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama menggariskan sifat dan sikap seorang pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma, dan Warsa. Danta berarti gading gajah, artinya, apabila dikeluarkan, tidak mungkin dimasukkan lagi; Danti berarti ludah, artinya, apabila sudah dilontarkan ke tanah, tidak mungkin dijilat lagi; Kusuma berarti kembang, artinya, bunga yang sama tidak mungkin mekar dua kali; Warsa artinya hujan, artinya, apabila telah jatuh ke bumi, tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya, seorang raja atau pemimpin hendaknya berhati-hati dalam setiap tindakan, agar tidak melakukan banyak kesalahan.

Demikianlah, Kerajaan Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh. Walaupun demikian, sisa-sisa peradaban tulis yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa, kehidupan budaya di negeri ini cukup semarak dan berkembang.

Suku di Lombok (suku Sasak)

Jika diperhatikan secara fisik, suku Sasak ini lebih mirip orang Bali dibandingkan orang Sumbawa. Dari aspek ini bisa jadi orang Sasak berasal dari Bali. Sekarang tinggal di cari orang Bali berasal dari mana?

Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih bulat bentuknya dengan semacam “ekor” di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini luasnya adalah 4.725 km² (sedikit lebih kecil daripada Bali). Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.

Selat Lombok menandai jalan masuk dari pemisah biogeografis antara fauna di wilayah Indomalay dan perbedaan fauna yang sangat jelas di Australasia dikenal dengan Wallace line, diambil dari nama penemunya Alfred Russel Wallace.

Pemetaan pulau Lombok didominasi oleh stratovolcano Gunung Rinjani, yang mencapai tinggi 3.726m (12.224 kaki), yang membuat Gunung Rinjani menjadi gunung tertinggi ketiga di Indonesia. Di lembah Gunung Rinjani, Anda akan menemukan hutan hijau yang rimbun, sawah dan air terjun yang indah.
Pusat keramaian yang paling berkembang di sebelah barat adalah Senggigi, tersebar 30 kilometer sepanjang jalan pantai disebelah utara Mataram, Sementara para divers biasanya berkumpul bersama di Gili, yang berada di pantai barat.

Bagian selatan dari pulau Lombok adalah tanah yang subur dimana jagung, kopi, tembakau dan kapas tumbuh. Salah satu tujuan wisata yang populer adalah Kuta, terkenal dengan pantai yang belum tersentuh dan beberapa orang menganggap pantai ini adalah salah satu tempat berselancar terbaik di dunia.

Dalam total area sebesar 4.752km2 (1.825 sq mi) terdapat 2.950.105 orang (2005), 85% adalah suku Sasak, yang awalnya diperkirakan berpindah dari Jawa pada awal abad sebelum Masehi. Sejak populasi suku Sasak mempelajari Islam, pemandangan di pulau Lombok mulai banyak dipenuhi dengan Masjid-masjid dan menaranya, dan di desa tradisional suku Sasak, Anda bisa menemukan kehidupan pedesaan dengan budayanya yang unik. Penduduk lain termasuk 10-15% orang Bali, dengan selebihnya adalah orang Cina, Arab, Jawa dan Sumbawa.

Zaman Kolonial Belanda

Menelusuri sejarah Kota Mataram dari zaman raja-raja, zaman Pemerintahan Kolonial Belanda, Zaman Pendudukan Jepang dan terbentuknya Negara Indonesia Bagian Indonesia Timur dari Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949.


Kata-kata bijak menyebutkan : segala abad adalah bersambung oleh adanya berbagai sebab dan akibat yang tidak putus-putus dan telah mengikat segala yang terdapat sebelumnya.

Pada masa pulau Lombok diperintah oleh para raja-raja, Raja Mataram Tahun 1842 Masehi menaklukan kerajaan Pagesangan setahun kemudian tahun 1834 menaklukan kerajaan kahuripan. Kemudian Ibukota Kerajaan dipindahkan ke Cakranegara dengan ukir Kawi Nama Istana Raja. Raja Mataram (Lombok) selain terkenal kaya raya juga adalah raja yang ahli tata ruang kota, melaksanakan sensus penduduk kerajaan dengan meminta semua penduduknya mengumpulkan jarum. Penduduk laki-laki dan perempuan akan diketahui lewat ikatan warna tali pada jarum-jarum yang diserahkan. Setelah raja Mataram jatuh oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan korban Jenderal Van Ham, yang monumenya ada di Karang Jangkong Cakranegara, mulailah diterapkan system pemerintahan dwitunggal berada di bawah Afdelling Bali Lombok yang berpusat di Kota Singaraja Bali. Pulau Lombok dalam pemerintahan dwitunggal terbagi menjadi tiga Onder Afdelling, dari pihak Kolonial sebagai wakil di sebut Controleur dan dari wilayah di sebut Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) sampai ke tingkat ke distrikan. Adapun ketiga wilayah administratif masih disebut West Lombok (Lombok Barat) Midle Lombok (Lombok Tengah) dan East Lombok (Lombok Timur) dipimpin oleh seorang controleur dan Kepala Pemerintahan Setempat (KPS).
 Untuk wilayah West Lombok (Lombok Barat) membawahi tujuh wilayah administratif yang meliputi :

1.Kedistrikan Ampenan Barat di Dasan Agung

2.Kedistrikan Ampenan Timur di Narmada

3.Kedistrikan Bayan di Bayan Belek

4.Kedistrikan Tanjung di Tanjung

5.Kedistrikan Gerung di Gerung

6.Asisten Distrik Gondang di Gondang

7.Kepunggawaan Cakranegara di Mayura

Untuk Kepunggawaan Cakranegara dipimpin oleh punggawa, tidak memimpin wilayah yang dipimpin adalah umat Hindu se-Pulau Lombok seperti Kepunggawaan Cakranegara semua pemeluk agama Hindu, ada juga Kepala Suku Bugis, Suku Arab dan Suku Tionghoa. Di bidang peradilan, Kepala Distrik diberikan wewenang penuh untuk bertindak sebagai kehakiman dan kejaksaan dalam memutuskan dan memenjarakan orang selama tujuh hari tanpa boleh banding, kelembangaan hukumnya disebut “Raat Sasak” dan “Raat Kertha” untuk Hindu. Di bidang Pendidikan.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda menerapkan system pendidikan bertingkat yang diantaranya :
1.Voolkes School, hanya ada 1 unit di tiap desa (pemusungan), murid yang dididik kelas I-III
2.Vervoleg School, hanya ada di tiap kedistrikan, 1 unit murid yang dididik kelas III-V
3.Holand Inland School (HIS), sekolah yang pengantaranya Bahasa Belanda, muridnya anak-anak orang belanda, distrik, orang berpengaruh dan pengusaha, murid yang dididik kelas V-VII
4.MILO setingkat SMP hanya ada di Pulau Jawa
5.A.M.S setingkat SLTA
6.Holden Bestuur School (HBS) sekolah khusus bidang ilmu pemerintahan di Makasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar