Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum kekalahan politis dari Bangsa Penjajah dan merupakan awal mulanya warga Kota Ambon memainkan peranannya di dalam Pemerintahan seirama dengan politik penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota Ambon dalam menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kota Ambon.
Sejarah Penentuan Lahirnya Kota Ambon
Hari lahir atau hari jadi kota Ambon telah diputuskan jatuh pada tanggal 7 September 1575 dalam suatu seminar di Kota Ambon. Bagaimana penentuan hari jadi kota kita yang telah berumur ratusan tahun itu, sejarahnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Bahwa yang mengambil inisiatif atau gagasan untuk mencari dan menentukan hari jadi atau hari lahir Kota Ambon adalah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ambon Almarhum Letnan Kolonel Laut Matheos H. Manuputty (Walikota yang ke- 9).
Untuk itu dikeluarkannya Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II Ambon tertanggal 10 Juli 1972 nomor 25/KPTS/1972 yang diubah pada tanggal 16 Agustus 1972, yang isinya mengenai pembentukan Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon dengan tugas untuk menggali dan menentukan hari lahir kota Ambon. Kemudian dengan suratnya tertanggal 24 Oktober 1972 nomor PK. I/4168 selaku Panitia Khusus Sejarah Kota Ambon menyerahkan tugasnya itu kepada Fakultas Keguruan Universitas Pattimura untuk menyelenggarakan suatu seminar ilmiah dalam rangka penentuan hari lahir Kota Ambon.
Selanjutnya pada tanggal 26 Oktober 1972 Pimpinan Fakultas Keguruan mengadakan rapat dengan pimpinan Jurusan Sejarah dan hasilnya adalah diterbitkannya Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan Universitas pattimura tertanggal 1 Nopember 1972 nomor 4/1972 tentang pembentukan Panitia Seminar Sejarah Kota Ambon. Seminar sejarah ini berlangsung dari tanggal 14 sampai dengan 17 Nopember 1972, dihadiri oleh kurang lebih dua ratus orang yang terdiri dari unsur-unsur akademis, Tokoh Masyarakat dan Tokoh adat serta aparat Pemerintah Kodya Ambon maupun Provinsi Maluku.
Susunan Panitia seminar dicatat sebagai berikut ;
Ketua
Drs. John Sitanala (Dekan Fakultas Keguruan)
Wakil Ketua
Drs. John A. Pattikayhatu (Ketua jurusan Sejarah)
Sekretaris
Drs. Z. J. Latupapua (Sekretaris Fakultas Keguruan)
Seksi Persidangan yang terdiri dari tiga kelompok
Kelompok I diketuai Thos Siahay, BA.
Kelompok II diketuai Yoop Lasamahu, BA
Kelompok III diketuai Ismail Risahandua, BA
Panitia Pengarah/Teknis Ilmiah diketuai oleh Drs. J.A. Pattikayhatu, Drs. Tommy Uneputty,
Drs. Mus Huliselan
Drs. John Tamaela
Dra. J. Latuconsina
Sam Patty, BA
I. A. Diaz
Pemakalah terdiri dari 7 orang, 3 dari Pusat dan 4 dari daerah
Drs. Moh. Ali (Kepala Arsip Nasional)
Drs. Z. J. Manusama (Pakar Sejarah Maluku)
Drs. I. O. Nanulaita (IKIP Bandung)
Drs. J. A. Pattikayhatu (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
Drs. T. J. A. Uneputty (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
Drs. Y. Tamaela (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
Dra. J. Latuconsina (Fakultas Keguruan Universitas Pattimura)
Seminar berlangsung dari tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 itu akhirnya menetapkan hari lahir kota Ambon pada tanggal 7 September 1575. Bahwa tahun 1575 diambil sebagai patokan pendirian kota Ambon ialah berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dianalisa dimana sekitar tahun tersebut sudah dimulai pembangunan benteng “Kota Laha” didataran Honipopu dengan mengerahkan penduduk di sekitarnya oleh penguasa Portugis seperti penduduk negeri / desa Kilang, Ema, Soya, Hutumuri, Halong, Hative, Seilale, Urimessing, Batu Merah dll. Benteng Portugis yang dibangun diberi nama “Nossa Senhora de Anuneiada”. Dalam perkembangannya kelompok pekerja benteng mendirikan perkampungan yang disebut “Soa” Kelompok masyarakat inilah yang menjadi dasar dari pembentukan kota Ambon kemudian (Citade Amboina) karena di dalam perkembangan selanjutnya masyarakat tersebut sudah menjadi masyarakat geneologis teritorial yang teratur.
Pemukiman dan aktifitas masyarakat disekitar Benteng makin meluas dengan kedatangan migrasi dari utara terutama dari Ternate, baik orang-orang Portugis maupun para pedagang Nusantara sebagai akibat dari pengungsian orang-orang portugis dari kerajaan Ternate yang dipimpin oleh Sultan Baabullah. Peristiwa kekalahan Portugis tersebut membawa suatu konsekuensi logis dimana masyarakat di sekitar Benteng Kota Laha itu makin bertambah banyak dengan tempat tinggal yang sudah relatif luas sehingga persyaratan untuk berkembang menuju kepada sebuat kota lebih dipenuhi.
Selanjutnya tentang penetapan tanggal 07 September didasarkan pada peninjauan fakta sejarah bahwa pada tanggal 07 September 1921 , masyarakat kota Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai hasil manifestasi perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku di bahwa pimpinan Alexander Yacob Patty untuk menentukan jalannya Pemerintahan Kota melalui wakil-wakil dalam Gemeeteraad (Dewan Kota) berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 07 September 1921 nomor 07 (Staatblad 92 Nomor 524). Ditinjau dari segi politik nasional, momentum ini merupakan saat penentuan dari Pemerintahan Kolonial Belanda atas segala perjuangan rakyat Indonesia di Kota Ambon yang sekaligus merupakan suatu momentum kekalahan politis dari bangsa penjajah. Ditinjau dari segi yuridis formal, tanggal 07 September merupakan hari mulainya kota memainkan peranannya di dalam pemerintahan seirama dengan politik penjajah dewasa itu. Momentum inilah yang menjadi wadah bagi rakyat Kota Ambon di dalam menentukan masa depan. Dilain pihak, kota Ambon sebagai daerah Otonom dewasa ini tidak dapat dilepaspisahkan daripada langka momentum sejarah.
Setelah Seminar Sejarah Kota Ambon yang berlansung tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 berhasil menetapkan tanggal 7 September 1575 sebagai Hari lahir Kota Ambon, maka untuk pertama kalinya pada tanggal 7 September 1973 Hari lahir Kota Ambon diperingati.
Letak Kota Ambon berada sebagian besar dalam wilayah pulau Ambon, dan secara geografis terletak pada posisi: 3o-4o Lintang Selatan dan 128o-129o Bujur Timur, dimana secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah.
Adapun batas-batasnya adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan:
Petuanan Desa Hitu, Hila, Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah
Sebelah Selatan dengan:
Laut Banda
Sebelah Timur dengan:
Petuanan Desa Suli, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah
Sebelah Barat dengan:
Petuanan Desa Hatu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah
Iklim
Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena letak pulau Ambon di kelilinggi oleh laut. Oleh karena itu iklim di sini sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober, disusul oleh masa pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.
Pemerintahan
Kota Ambon terdiri dari 377 km2, dibagi atas 5 kecamatan, yaitu:
Kecamatan Nusaniwe, 13 Desa/Kelurahan, 88,35 km2
Kecamatan Sirimau, 14 Desa/Kelurahan, 86,81 km2
Kecamatan Leitimur Selatan, 8 Desa/Kelurahan, 50,5 km2
Kecamatan Baguala, 7 Desa/Kelurahan, 40,11 km2
Kecamatan Teluk Ambon, 8 Desa/Kelurahan, 93,68 km2
Demografi
Jumlah penduduk (2007) mencapai 428.585 jiwam dengan kepadatan 1.136,8 jiwa/km².
Suku Bangsa
Terdapat banyak suku dan ras yang mendiami kota ini. Diantaranya adalah Arab, Buton (yang telah menetap hingga 5 generasi), Tionghoa yang pada mulanya datang untuk berdagang. Disamping itu terdapat pula Suku Minahasa, Jawa dan sebagian besar adalah Suku Alifuru yang merupakan penduduk asli Maluku.
Dahulu kala, kota Ambon termasyur hingga keseluruh dunia dan menjadikan kota ini sebagai tempat tujuan bagi berbagai Kerajaan Eropa yang sedang melakukan eksplorasi. Tidak mengherankan bila banyak penduduk Ambon yang memiliki raut wajah yang mirip seperti orang Eropa dan Arab (sebagai akibat dari perkawinan campur para pendahulu mereka dimasa lalu) disamping denominasi dari ras Melanesia yang merupakan ras asli penduduk Ambon.
Benteng di kota Ambon
Benteng Victoria
Benteng Victoria merupakan tempat bersejarah yang terletak tepat di pusat kota Ambon. Benteng tertua di Ambon ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1775, yang selanjutnya diambil alih oleh Belanda. Belanda kemudian menjadikan benteng ini sebagai pusat pemerintahan untuk mengeruk harta kekayaan masyarakat pribumi, berupa rempah-rempah yang melimpah di bumi Maluku. Benteng Victoria
Pada masa pemerintahan Belanda, benteng ini berfungsi strategis, yakni sebagai pusat pemerintahan kolonial. Di depan benteng terdapat pelabuhan yang digunakan sebagai jalur perhubungan laut antar pulau. Melalui pelabuhan ini pula kapal-kapal Belanda mengangkut hasil rempah-rempah untuk didistribusikan ke beberapa negara di benua Eropa. Bersebelahan dengan benteng ini, juga terdapat pasar yang menjadi tempat untuk mempertemukan komunitas para pedagang pribumi. Benteng ini juga digunakan sebagai tempat pertahanan dari berbagai serangan masyarakat pribumi yang melakukan perlawanan. Dan, tepat di depan benteng inilah pahlawan nasional bernama Pattimura digantung, yakni pada tanggal 6 Desember 1817.
B. Keistimewaan
Di dalam benteng dapat ditemui sisa-sisa meriam berukuran raksasa. Di beberapa kamar terdapat patung berukir terbuat dari kayu pilihan, peta perkembangan kota Ambon dari abad XVII hingga abad IX, dan beberapa koleksi lukisan para administratur Belanda di Maluku. Dengan melihat peninggalan ini pengunjung dapat merekam sejarah lahir dan berkembangnya kota Ambon.
Sedangkan ruas jalan di sisi depan benteng atau yang disebut “Boulevard Victoria” menghubungkan langsung ke arah bibir Pantai Honipopu. Tepat di depan benteng, wisatawan dapat langsung menyaksikan Teluk Ambon yang sangat indah di saat senja hari, khususnya ketika matahari mulai tenggelam.
C. Lokasi
Benteng Victoria terletak di Kecamatan Sirimau, Kotamadya Ambon, Provinsi Maluku.
D. Akses Menuju Lokasi
Karena terletak tepat di tengah kota, maka pengunjung dapat langsung jalan kaki ke arah timur sejauh 300 meter dari Terminal Mardika, terminal angkutan umum yang terletak di pusat kota. Jika pengunjung naik becak, dikenakan biaya Rp. 3.000, dan Rp. 1500 jika naik angkutan umum.
E. Tiket Masuk
Pengunjung tidak dikenai biaya masuk ke lokasi wisata ini.
F. Fasilitas dan Akomodasi
Di depan benteng terdapat kafe-kafe tenda yang menjual berbagai makanan kecil khas Ambon. Tidak jauh dari benteng ini juga terdapat hotel bintang dua dan penginapan kelas melati, sehingga para wisatawan yang berasal dari luar daerah dapat bermalam di tempat tersebut.
BeNtENG AMstErDaM HiLa
Pulau Ambon juga memiliki beberapa pantai dan taman laut yang indah, di antaranya pantai Batu Capeu yang terletak sekitar 4 km dari teluk Ambon, pantai Poka-Rumahtiga, 21 km dari Ambon di mana perlombaan Kano, Ski Air dan Boat sering diadakan. Juga pantaiTanjung Marthafons, 21 km dari Ambon, dengan segala perlengkapan olah raga air dan terakhir pantai Amuhusa atau Ambon Bay yang mempunyai panorama dan juga batu koral yang indah.
Benteng Amsterdam Desa Hila Kaitetu, Kec. Leihitu, 42 Km dari kota Ambon.Keterangan: Benteng ini dibangun pada tanggal 26 Juli 1569 oleh Portugis yang diberi nama "Castel Vanveree".Benteng yang sangat berarti bagi Portugis masa itu, karena teluk Ambon merupakan jalur keluar masuk kapal-kapal dagang diperairan Maluku. Daerah ini dijadikan pusat perdagangan rempah-rempah oleh Portugis dan basis pertahanan menghadapi kapal-kapal asing yang datang menyerang. Setelah Portugis kalah oleh Belanda, benteng ini berubah nama menjadi "Benteng Amsterdam".
Benteng Duurstede di Saparua, Maluku Tengah. Benteng yang masih kokoh berdiri ini dahulu digunakan Belanda sebagai benteng pertahanan dan menjadi monumen kekuasaannya di Saparua. Bentuknya sama seperti gambar yang saya lihat dalam buku cerita pahlawan dimana Kapitan Pattimura, Martha Christina Tiahahu, dan segenap warga negeri Saparua bertempur melawan penjajahan. Entah berapa banyak orang yang telah mati di tempat ini. Bau amis darah, teriakan, airmata, kemarahan, semangat, dan sejuta ekspresi lainnya pernah ada disini. Sekarang ? hanyalah sebuah bangunan tua yang hampir tak terurus. Duurstede ditinggalkan oleh kekuasaan yang dulu melekat padanya.
Benteng Belgica
Benteng ini awalnya adalah benteng milik Portugis yang didirikan sekitar tahun 1611. Namun setah Portugis keluar dari Banda, VOC membangun benteng di atas benteng peninggalan portugis ini. Kondisi benteng dipugar habis-habisan menjadi sangat megah dan kokoh pada zamannya. Detikcom berkesempatan mengunjunginya dalam rangkaian pelayaran Lintas Nusantara Pemuda Remaja Bahari (LNRPB), Kamis (29/7/2010).
Benteng ini berbentuk segi lima. Di setiap sudutnya terdapat menara pengawas dengan jendela pengintai. Beberapa meriam mengarah ke laut. Siap menghancurkan lawan yang mendekat dari laut. Saat itu bola-bola besi yang dimuntahkan meriam, sanggup mengkaramkan kapal-kapal yang mendekat.
Dulu benteng ini sanggup menampung 50 orang tentara dan perlengkapannya. Pada tahun 1796, Benteng Belgica diserang dan berhasil direbut oleh pasukan Inggris.
Dari atas benteng, pemandangan Pulau Banda dan Pulau Gunung Api yang terletak di depannya, terlihat jelas. Saat matahari tenggelam, pemandangan sangat indah. Jika berkunjung ke Banda Naira, sempatkanlah mengunjungi benteng ini.
Letaknya hanya 15 menit berjalan kaki dari pelabuhan Banda Naira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar