Daerah yang dikenal dengan sebutan “Bumi Sriwijaya” dan masyarakatnya yang dipanggil sebagai “Wong Kito Galo” memiliki pakaian tradisional yang khas dengan keragaman corak di tiap kebupaten dalam propinsi tersebut.
Dalam catatan sejarahnya, pakaian adat Sumatra Selatan berasal dari jaman kesultanan Palembang pada abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-19. Saat itu pakaian adat tersebut hanya boleh digunakan oleh golongan keturunan raja-raja atau priyai saja. Pakaian adat ini terinspirasi dari zaman kerajaan Sriwijaya yang pernah berjaya di daerah Sumatra Selatan pada abad ke-7 sampai ke-13 Masehi. Selain faktor sejarah yang kuat, hal paling terpenting dalam hasil cipta karya budaya manusia adalah sikap memegang teguh dan rasa bangga yang tertanam pada masyarakat Sumatra Selatan untuk tetap menggunakan pakaian adat dalam setiap moment upacara adat.
Aessan Gede dan Aesan Paksangko
Pakaian adat Suamtra Selatan sangat terkenal dengan sebutan Aesan gede yang melambangkan kebesaran, dan pakaian Aesan paksangko yang melambangkan keanggunan masyarakat Sumatera Selatan. Pakaian adat ini biasanya hanya digunakan saat upacara adat perkawinan. Dengan pemahaman bahwa upacara perkawinan ini merupakan upacara besar. Maka dengan menggunakan Aesan Gede atau Aesan Paksangko sebagai kostum pengantin memiliki makna sesuatu yang sangat anggun, karena kedua pengantin bagaikan raja dan ratu.
Pembeda antara corak Aesan Gede dan Aesan Paksongko, jika dirinci sebagai berikut; gaya Aesan Gede berwarna merah jambu dipadu dengan warna keemasan. Kedua warna tersebut diyakini sebagai cerminan keagungan para bangsawan Sriwijaya. Apalagi dengan gemerlap perhiasan pelengkap serta mahkota Aesan Gede, bungo cempako, kembang goyang, dan kelapo standan. Lalu dipadukan dengan baju dodot serta kain songket lepus bermotif napan perak.
Pada Aesan Paksangkong. Bagi laki-laki menggunakan songket lepus bersulam emas, jubah motif tabor bunga emas, selempang songket, seluar, serta songkok emeas menghias kepala. Dan bagi perempuan menggunakan teratai penutup dada, baju kurung warna merah ningrat bertabur bunga bintang keemasan, kain songket lepus bersulam emas, serta hiasan kepala berupa mahkota Aesan Paksangkong. Tak ketinggalan pula pernak-pernik penghias baju seperti perhiasan bercitrakan keemasan, kelapo standan, kembang goyang, serta kembang kenango.
Propinsi Sumatra Selatan, memiliki sebelas kabupaten dan empat kota. Kabupaten Lahat, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Kota Pagar Alam Kota Prabumulih, Kota Lubuk Linggau, Kota Palembang I, Kota Palembang II. Masing-masingnya memiliki corak pakaian adat Sumatra Selatan yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain.
Namun meski dari ragam nampak berbeda, hampir semua pakaian adat di Sumatera Selatan menggunakan kain Songket dengan teknik pembuatannya didasarkan pada keterampilan, ketelatenan, kesabaran, dan daya kreasi seni yang tinggi. Dalam simbol perkawinan masyarakat Sumatra Selatan, kain songket serta pakaian adat yang diberikan pada saat lamaran, kain songket melambangkan sumber kehidupan kedua pengantin serta dilihat dari segi kepribadiannya, pendidikannya, dan status ekonominya.
Tak heran, jika pemerian lamaran yang di antaranya adalah pakaian adat dan kain songket menjadi simbol derajat kehidupan pengantin. Karena pakaian adat dengan bahan dasar tenun songket terlihat dominan dengan warna keemasan yang gemerlap dan sentuhan merah merona serta merah jambu yang glamor dan elegan menjadi ciri khas pakaian adat Sumatra Selatan yang menonjolkan ciri seorang raja dan ratu Kerajaan Sriwijaya di masa kejayaannya.
Jika kita perhatikan, memeilik unsur melayu yang sangat kuat. Jas tutup bersulam emas, dipadukan dengan kain songket, celana panjang serta ikat kepala yang disebut tanjak (untuk laki-laki). Sementara untuk perempuan, menggunakan kebaya modern sebagai bajunya, dan kain songket digunakan sebagai sarung atau bawahan dan selendang.
Pakaian Adat Palembang sangat erat berkaitan dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam pada zaman dahulu. Secara garis besar Pakaian adat daerah-daerah di Nusantara di pengaruhi oleh pakaian yang dikenakan oleh Raja di Nusantara pada Zaman dahulu, dan begitu juga dengan pakaian adat palembang yang mengadopsi dari Pakaian yang di kenakan oleh Raja dari Kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu
pama pakaian adat palembang lebih dikenal oleh masyarakat palembang dengan sebutan "baju gede" atau "baju penganggon". Baju adat Palembang didominasi oleh warna merah dengan benang emas, warna merah ke-emasan ini berasal dari tenunan kain songket berunsur gemerlap dan keemasan sesuai dengan citra kerajaan Sriwijaya pada zaman dahulu, yang dikenal masyarakat dunia sebagai swarnadwipa atau Pulau emas.
Pakaian Pengantin Palembang seperti yang telah saya uraikan di atas juga merupakan pakaian yang mengadopsi dari Pakaian Adat. tapi dalam perkembangan nya di Masyarakat Palembang busana pengantin palembang ini mengalami banyak perubahan atau modifikasi, yang pada awal nya pakaian pengantin palembang berwarna merah dan emas, kini... pakaian pengantin palembang memiliki banyak variasi warna,
Pakaian Adat Palembang - Songket
Sejarah palembang mencatat terdapat beberapa masa kejayaan , mulai dari kejayaan kerajaan sriwijaya
sampai dengan kesultanan Palembang Darussalam.
Hal ini berpengaruh kepada pakaian adat, songket memiliki unsur gemerlap dan kilauan emas
yang memancar dari kain tenun ini. Rangkaian benang tersusun dan teranyam lewat pola simetris .
Songket tradisional dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami cara untuk membuat kain bermutu.serta diserasikan dengan design. Dan Kemampuan ini diwariskan secara turun menurun.
Sewet Songket atau kain Songket adalah kain yang biasanya dipakai atau dikenakan sebagai pembalut bagian bawah pakaian wanita. Biasanya sewet ini berteman dengan kemban atau selendang.
Kain tenun songket Palembang ini, sangat menarik, ditelusuri sejarahnya, maknanya, dan teknik pembuatannya. Kalau kita menilik warnanya yang khas, dan motif hiasnya yang indah, pastilah kita berkesimpulan bahwa songket ini dibuat dengan keterampilan, ketelatenan, kesabaran,dan daya kreasi yang tinggi.
Selain itu pakaian adat itu juga ditambah pernak pernik hiasan berupa asesoris yang di antaranya Teratai Emas, Kalung Tapak Jajo atau Kebe Nungga, Gelang Kano, Gelang Sempuru, Gelang Bermato atau Gandik, Kembang Goyang Cempako, Suri, Kembang Ure. Bahkan bukan hanya itu. Telinga dari pemakainya dipasang pula sumping bungo kertas, serta Tanjak buat untuk tutup kepala pria. Tentu saja masih banyak lagi hiasan lain yang digunakan sebagai pemanis dan indahnya pakaian tersebut.
Jika kita pernah mendengar dongeng kejayaan nusantara lama, sesunggungnya itu bukanla cerita rekaan atau dongengan semata. Negeri ini, Indonesia, memiliki sejarah kejayaan dan masa keemasan yang panjang dan silih berganti, saling menghias dan memberi corak pada kebudayaan di tiap daerah dengan keunikan dan kisahnya masing-masing. Salah satunya tercermin dalam pakaian adat kita, seperti kebesaran dan keagungan pakaian adat Sumatra Selatan yang glamor dan elegan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar