12 Agu 2015

Indonesia tua


Dirgahayu RI ke-70....

Ternyata di hari tuamu.. banyak rakyatmu menderita
Dimana-mana rakyatmu miskin..
Penyakit KRISIS EKONOMI mu kambuh lagi

Wajah perekonomian kita kini agak suram, banyak target yang ditetapkan pemerintah tidak dapat dicapai, pertumbuhan ekonomi dari 5,7 sampai 6 persen dikoreksi jadi 5,2 persen,
Selain itu, target ekspor, target dari investasi, semua ada gejala pelemahan


"Pada tahun 1997 pemerintah Soeharto mematok nilai tukar Rupiah pada angka Rp 2.500. Pada Januari 1998 Pemerintah mematok Rupiah di angka Rp 4.000,- namun pada 22 Januari 1998 Rupiah justeru tembus melewati Rp 17.000, "

Pada pemerintahan Habbie dan Gus Dur Fluktuasi Rupiah juga masih tidak stabil bahkan dalam era pemerintahan Gus Dur Rupiah sempat menyentuh Rp.15.000,-. Pada akhir masa pemerintahan Megawati nilai tukar Rupiah stabil di kisaran Rp 8.000 per 1 dollar.

Sedangkan, di era pemerintahan SBY, menurutnya, Rupiah juga naik turun. Pada Agustus 2005 Rupiah sudah naik Rp 2.000 dari akhir 2004 dan melewati Rp 10.000,-.

Pada 26 November 2008 bahkan sempat mencapai Rp 12.900,- per 1 dollar yg kembali terulang pada bulan November 2013. Di akhir pemerintahan Sby, 20 Oktober 2014 nilai tukar Rupiah berada di angka Rp 12.041,-


Di hari pertama pemerintahan Jokowi, Rupiah berada di angka Rp 12.041 dan pada hari ini tembus ke angka Rp 13.156,- dan sekarang
sudah tembus Rp.13.500,- kalau tidak segera di sikapi mungkin akan lebih parah dari tahun 1998.. mau dibawa kemana negara ini?

Fundamental ekonomi memang masih kuat, pertumbuhan masih bisa 4,7%, cukup tinggi dibanding negara lain hanya di sekitar 2 – 4 persen. Sementara tahun 1998 ekonomi bahkan minus sekitar 14%.

Hutang luar negeri kita masih pada level aman karena masih di sekitar 30% dari PDB, dibanding Yunani dan negara lain mencapai 100% lebih. Memang saya amati bahwa ada trend melemah dari sisi kemampuan bayar hutang sejalan dengan penurunan nilai ekspor.

Produksi pangan dan ketersediaan kebutuhan pokok lainnya di pasar dan toko-toko masih cukup banyak sehingga harga-harga masih terkendali, bandingkan dengan kelangkaan bahan pokok ketika krisis 1998. Impor pangan juga sangat drastis menurun sehingga tidak banyak menguras devisa negara.

Sejumlah industri memang ada yang sudah merumahkan pekerjanya bahkan gulung tikar. Tetapi hal itu masih wajar karena dalam kondisi normal juga ada yang bangkrut apalgi dalam kondisi pasar lagi terpuruk. Syukurlah aktivitas UMKM masih menggeliat tumbuh, terutama yang mampu ekspor. Pelemahan nilai Rupiah memang terjadi secara spesifik terhadap US Dollar saja (mencapai Rp 13.300 per 1 US Dollar). Tetapi kita bisa bersyukur karena ternyata nilai Rupiah terhadap mata uang negara lain (di luar US Dollar) masih relatif stabil dan cenderung menguat, misalnya terhadap Euro. Sehingga kalau kita impor bisa lebih murah dari Eropa, dan ekspor bisa lebih menguntungkan ke AS dan negara pengguna US Dollar lainnya.

Kondisi umum perbankan kita masih cukup kuat dilihat dari sisi CAR dan NPL yang tetap terkendali. Sejumlah bank bermasalah selalu ada walau dalam keadaan normal. Bank seperti itu perlu segera ditutup oleh OJK, tanpa bail out, tentu dengan komunikasi publik yang baik dan efektif. Memang, tampaknya likuiditas perbankan perlu ditingkatkan untuk menghindarkan suku bunga tinggi.


Tapi jangan kau lengah wahai para para pemimpin RI yang terhormat,
karena kami mau makan...
Anak anak kami mau sekolah....
Kami butuh tempat berteduh yang layak...
Pengangguran dimana mana...

Kami tidak mengerti masalah perekonomian negara ini, yang kami mau Rakyatmu Aman Sejahtera dan Sentosa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar