23 Agu 2013

Sejarah kota Banjarmasin

Pada abad ke 14 muncul Kerajaan Negara Daha yang memiliki unsur-unsur Kebudayaan Jawa akibat pendangkalan sungai di wilayah Negara Dipa. Sebuah serangan dari Jawa menghancurkan Kerajaan Dipa ini. Untuk menyelamatkan, dinasti baru pimpinan Maharaja Sari Kaburangan segera naik tahta dan memindahkan pusat pemerintahan ke arah hilir, yaitu ke arah laut di Muhara Rampiau. Negara Dipa terhindar dari kehancuran total, bahkan dapat menata diri menjadi besar dengan nama Negara Daha dengan raja sebagai pemimpin utama. Negara Daha pada akhirnya mengalami kemunduran dengan munculnya perebutan kekuasaan yang berlangsung sejak Pangeran Samudra mengangkat senjata dari arah muara, selain juga mendirikan rumah bagi para patih yang berada di muara tersebut.

Kerajaan itu didirikan Putri Kalungsu bersama putranya, Raden Sari Kaburangan alias Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Konon, Sekar Sungsang seorang penganut Syiwa. la mendirikan candi dan lingga terbesar di Kalimantan Selatan. Candi yang didirikan itu bernama Candi Laras. Pengganti Sekar Sungsang adalah Maharaja Sukarama. Pada masa pemerintahannya, pergolakan berlangsung terus-menerus. Walaupun Maharaja Sukarama mengamanatkan agar cucunya, Pangeran Samudera, kelak menggantikan tahta, Pangeran Mangkubumi-lah yang naik takhta.

Pemimpin utama para patih bernama MASIH. Sementara tempat tinggal para MASIH dinamakan BANDARMASIH. Raden Samudra mendirikan istana di tepi sungai Kuwin untuk para patih MASIH tersebut. Kota ini kelak dinamakan BANJARMASIN, yaitu yang berasal dari kata BANDARMASIH.
Kerajaan Banjarmasin berkembang menjadi kerajaan maritim utama sampai akhir abad 18. Sejarah berubah ketika Belanda menghancurkan keraton Banjar tahun 1612 oleh para raja Banjarmasin saat itu panembahan Marhum, pusat kerajaan dipindah ke Kayu Tangi, yang sekarang dikenal dengan kota Martapura.
Awal abad 19, Inggris mulai melirik Kalimantan setelah mengusir Belanda tahun 1809. Dua tahun kemudian menempatkan residen untuk Banjarmasin yaitu Alexander Hare. Namun kekuasaanya tidak lama, karena Belanda kembali.
Babak baru sejarah Kalimantan Selatan dimulai dengan bangkitnya rakyat melawan Belanda. Pangeran Antasari tampil sebagai pemimpin rakyat yang gagah berani. Ia wafat pada 11 Oktober 1862, kemudian anak cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai lanjutan Kerajaan Banjarmasin, yang akhirnya dihapuskan tentara Belanda Melayu Marsose, sedangkan Sultan Muhammad Seman yang menjadi pemimpinnya gugur dalam pertempuran. Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai sepenuhnya oleh Belanda.


Daerah ini dibagi menjadi sejumlah afdeling, yaitu Banjarmasin, Amuntai dan Martapura. Selanjutnya berdasarkan pembagian organik dari Indisch Staatsblad tahun 1913, Kalimantan Selatan dibagi menjadi dua afdeling, yaitu Banjarmasin dan Hulu Sungai. Tahun 1938 juga dibentuk Gouverment Borneo dengan ibukota Banjarmasin dan Gubernur Pertama dr. Haga.

Setelah Indonesia merdeka, Kalimantan dijadikan propinsi tersendiri dengan Gubernur Ir. Pangeran Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan di Kalimanatn Selatan juga diwarnai dengan terbentuknya organisasi Angkatan Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi IV di Mojokerto, Jawa Timur yang mempersatukan kekuatan dan pejuang asal Kalimantan yang berada di Jawa.

Dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati menyebabkan Kalimantan terpisah dari Republik Indonesia. Dalam keadaan ini pemimpin ALRI IV mengambil langkah untuk kedaulatan Kalimantan sebagai bagian wilayah Indonesia, melalui suatu proklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur ALRI Hasan Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang isinya menyatakan bahwa rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan memaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur tentara ALRI yang melingkupi seluruh wilayah Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan sebagai bagian dari wilayah RI sesuai Proklamasi kemerdekaaan 17 agustus 1945. Upaya yang dilakukan dianggap sebagai upaya tandingan atas dibentuknya Dewan Banjar oleh Belanda.


Menyusul kembalinya Indonesia ke bentuk negara kesatuan kehidupan pemerintahan di daerah juga mengalamai penataaan. Di wilayah Kalimantan, penataan antara lain berupa pemecahan daerah Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-masing Kalimantan Barat, Timur dan Selatan yang dituangkan dalam UU No.25 Tahun 1956.


Berdasarkan UU No.21 Tahun 1957, sebagian besar daerah sebelah barat dan utara wilayah Kalimantan Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan UU No.27 Tahun 1959 memisahkan bagian utara dari daerah Kabupaten Kotabaru dan memasukkan wilayah itu ke dalam kekuasaan Propinsi Kalimantan Timur. Sejak saat itu Propinsi Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami perubahan wilayah, dan tetap seperti adanya. Adapun UU No.25 Tahun 1956 yang merupakan dasar pembentukan Propinsi Kalimantan Selatan kemudian diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1957 dan UU No.27 Tahun 1959.

Banjarmasin yang berdimensi lima diarahkan pembangunannya sebagai Kota Pemerintahan, Perdagangan, Pelabuhan, Industri dan Pariwisata. Dalam semua upaya tadi, Sungai Barito menduduki tempat yang utama. Kehidupan di kota Banjarmasin memang tidak terpisahkan dari Sungai Barito beserta anak-anak sungainya. Terletak dipertemuan antara Sungai Barito dan Sungai Martapura, kota ini strategis sekali untuk perdagangan. Sungai Barito yang luas dan dalam sementara Sungai Martapura yang dapat dilayari kapal-kapal besar, memuat kapal-kapal Samudera dapat merapat hingga kota Banjarmasin, yang terletak 22 km dari laut Jawa. Pada zaman Belanda, Banjarmasin menjadi pelabuhan masuk dan keluar bagi seluruh daerah aliran Sungai Barito dan merupakan pelabuhan transit untuk kapal-kapal yang datang dari Singapura dan Jawa, ke pantai timur Kalimantan.

Dari Kalimantan, dikirim keluar barang-barang hasil hutan seperti rotan, damar, kapur barus, karet, jelutung, tikar purun, telur itik, buah-buahan, barang anyaman rotan, batu-batuan dan berlian. Barang yang masuk terdiri dari beras, ikan asin, barang-barang pecah belah, minyak tanah, garam, besi, dsb. Industri orang Eropa pada waktu itu terdiri dari pabrik es dan galangan kapal yang kecil milik Borneo Industri Mij dan perdagangan yang dikelola oleh Borneo Soematra Handel Mij, Heinneman & Co, dan Kantor Cabang dari Javasche Bank en Factorij.

Pada masa itu, Banjarmasin mempunyai pelayaran yang teratur dan langsung dengan Sampit, Kotabaru, Samarinda, Martapura, Marabahan, negara, Amuntai, Buntok, Muara Teweh dan Kuala Kapuas dan diluar Kalimantan dengan Surabaya dan Singapura. Sampai kini pun kehidupan sungai tetap dominan di Banjarmasin. Sebagai salah satu indikasinya, di depan Kantor Walikota dibangun sandaran perahu untuk tamu-tamu dan dan pejabat pemerintah yang hendak menyusuri sungai. Sekitar 200 Meter dari tempat tersebut terdapat terminal perahu antar kota di Kalimantan Selatan, bahkan sampai ke Kalimantan Tengah.

Banjarmasih

Nama Banjarmasin berasal dari istilah Banjarmasih. Disebut demikian karena 
Patihnya disebut Patih Masih, atau Patih Oloh Masih. Oloh Masih dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu. Banjarmasih berasal dari Desa Oloh Masi atau Kampung Melayu.




Nama Banjarmasih inilah kemudian disebut orang Belanda Banjarmasih. Sampai dengan tahun 1664 surat-surat Belanda ke Indonesia untuk kerajaan Banjarmasin masih menyebut Kerajaan Banjarmasin dalam ucapkan Belanda "Bandzermash ", karena sulit mengucapkannya.

Kerajaan Banjar

Pangeran Samudera diangkat menjadi raja oleh Patih Masih, Patih Balit, Patih Muhur dan Patih Balitung. Di Kampung Banjarmasih didirikan sebuah keraton, dengan rumah asal, rumah Patih Masih sendiri. Kampung Banjarmasih disebut sampai sekarang Kampung Keraton. Di sini terdapat kuburan Raja Banjar yang pertama sampai dengan ketiga. Kemudian diadakan penyerbuan ke Bandara Muara Bahan dan semua penduduknya para pedagang pindah ke Banjarmasin.

Penyerbuan ke Muara Bahan menimbulkan peperangan dengan Negara Daha. Pangeran 
Tumenggung dengan armada sungainya menyerang Bandarmasih. Di ujung Pulau Alalak terjadi peperangan sungai yang hebat, tetapi armada Pangeran Tumenggung hancur oleh Pangeran Samudera. Sejak itu terjadi perang yang berlarut-larut. Banjar meminta bantuan Kerajaan Demak, tetapi Kerajaan Demak mau membantu kalau Banjar mau masuk Islam. Pangeran Samudera setuju dan tentara Demak datang bersama Khatib Dayan yang akan meng-Islam-kan rakyat.

Pangeran Samudera Asal Mula Nama Kota Banjarmasin
Setelah Demak datang, mereka menunggu musim panas dan panen selesai untuk logistik tentara dan makanan rakyat. Pasang sungai musim panas memungkinkan kapal-kapal besar sampai ke Daha. Tiga hari sesudah Hari Raya Fitri diadakan peng-Islam-an atas rakyat, barulah berangkat ke pedalaman menggempur Negara Daha.

Persiapan terakhir peperangan ini, dilakukan pada tanggal 6 September 1526 setelah hampir 40 hari bertempur. Di Jingah Besar, Pangeran Samudera dapat mengalahkan pasukan Daha. Ini merupakan kemenangan besar yang pertama. Yang terakhir dilakukan pada tanggal 24 September 1526. Pertempuran tak lagi dilakukan antara pasukan dan pasukan, tetapi antara raja yang bermusuhan yang beragama Syiwa, dengan yang beragama Islam. Pangeran Tumenggung melawan Pangeran Samudera. Pangeran Samudera tidak mau melawan pamannya, pangeran Tumenggung. Ia membuang senjatanya dan pamannya iba hatinya. Ia memeluk kemenakannya itu dan mengalah, ia menyerahkan semua regalia kerajaan dan tahta kepadanya.


Setelah Negara Daha kalah, semua penduduknyanya diangkut ke Banjarmasin. Penduduk Ibukota Kerajaan itu terdiri dari penduduk yang lama, penduduk Bandar Muara Bahan dan 
penduduk kota lama Negara Daha.


Demikianlah sekilas sejarah berdirinya kota Banjarmasin, dan tanggal 24 September 1526 hari Sabtu Pon dijadikan:
Hari kemenangan Pangeran Samudera, cikal bakal dinasti Kerajaan Banjar.
Hari diserahkannya regalia kerajaan Negara Daha dan dihistuakannya Pangeran Samudera oleh
Pangeran Tumenggung.

Hari ketentuan Banjarmasih menjadi Ibu Kota Kerajaan baru yang menguasai pantai dan pedalaman di Kalimantan Selatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar