10 Jul 2013

Sejarah Kepulauan Bangka Belitung


Babel adalah sebuah provinsi diIndonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitungserta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P. Pongok, P. Mendanau dan P. Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang.
Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Pj. Gubernur yakni H. Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas roda pemerintahan provinsi.
Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan SelatGaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh Selat Karimata.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatera Selatan.

Legenda kota Muntok



Pulau Siantan ternyata punya peranan penting dalam sejarah berdirinya kota Muntok, ibukota kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Bahkan konon adalah orang-orang dari Siantan pula yang pertama kali menemukan timah di Muntok, hingga kemudian menyebabkan orang dari berbagai penjuru ramai kemari.

Adalah dua bersaudara yakni Pangeran Anom dan Pangeran Krama Jaya yang berasal dari Palembang yang mulanya menetap di Siantan. Kedua bangsawan itu sengaja pergi dari Palembang karena menolak penobatan pamannya Sri Teruno menjadi Sultan Palembang yang kemudian bergelar Sultan Agung Komarudin Sri Teruno.


Sebelum ke pulau Siantan, kedua pangeran itu sempat pula menetap di Johor, namun karena silang sengketa dengan penguasa Johor mereka memilih meninggalkan negeri itu.

Di pulau Siantan, kedua bangsawan Palembang ini menikah dengan perempuan setempat. Pangeran Krama Jaya menikah dengan seorang perempuan Cina muslim bernama Zamnah versi Carita Bangka atau Yang Mariam berdasarkan Hikayat Siak. Zamnah atau Yang Mariam merupakan anak daripada Wan Abdul Jabar bin Abdul Hayat.

Berkat pengalaman dan kharisma, mereka Pangeram Anom dan Pangeran Krama Jaya menjadi orang yang berpengaruh di Siantan, mereka kemudian mencoba kembali ke Palembang dengan membawa sejumlah pasukan. Pangeran Anom yang sejak semula memang tidak setuju dengan penobatan pamannya sebagai Sultan Palembang menginginkan jabatan yang dulu dipegang ayahandanya itu yang sudah barang tentu ditolak pamannya.

Namun karena Pangeran Anom mendapat dukungan dari orang-orang di pedalaman, ambisinya untuk menjadi Sultan Palembang semakin kuat. Tetapi keinginannya itu tidak hanya menuai konflik dengan pamannya, namun juga dengan Pangeran Krama Jaya yang dulu pernah menetap bersama ia di pulau Siantan. Salah satu sebab selisihnya dengan Pangeran Krama Jaya adalah karena Krama Jaya telah menikah dengan sepupunya atau anak Sultan Agung Komarudin Sri Teruno, janda daripada putra Pangeran Purbaya almarhum. Konflik pun semakin memanas terutama setelah adanya campur tangan Belanda. Pangeran Anom akhirnya mundur dari Palembang hingga ke daerah pedalaman, dan kemudian berlabuh di Jambi.

Setelah Sultan Agung Komarudin Sri Teruno wafat, Pangeran Krama Jaya dinobatkan menjadi Sultan Palembang dengan gelar Sultan Mahmud Badaruddin I. Sultan Mahmud giat melaksanakan pembangunan, beliau membangun banteng, Masjid Agung, dan kanal-kanal. Tak hanya di Palembang ia bahkan juga membangun kota baru yakni kota Mentok atau kota Muntok yang terletak di pulau Bangka.

Mentok didirikan sebagai sebagai penghormatan terhadap istri pertamanya yang berasal dari pulau Siantan. Bahkan istrinya yang bergelar Mas Ayu Ratu itu pulalah yang menetapkan letak kota Mentok yakni di pesisir Barat pulau Bangka, dekat gunung Menumbing.

Seperti disampaikan Djohan Hanafiah dalam seminar sehari tentang Hari Jadi Kota Mentok tahun 2009 silam sebagaimana ditulis oleh Sumardoni 14 Agustus 2009 dalam media Berita Musi, kata Mentok sendiri berasal dari kata “Entok” dari bahasa asli Siantan yang berarti “itu” yang diucapkan Mas Ayu Ratu saat menentukan kota yang akan dibangun Kesultanan Palembang itu. Pilihan terhadap daerah Barat di pulau Bangka ini, selain tanahnya subur, juga lebih dekat dijangkau dari kota Palembang.

Kota Mentok yang mulai di bangun pada bulan September 1734 menjadi bertambah maju terutama setelah sejumlah orang Siantan yakni dari keluarga Mas Ayu Ratu menemukan tambang timah di pesisir kota itu. Berbagai suku bangsa di nusantara maupun Asia pun ramai berdatangan ke Mentok untuk bekerja sebagai penambang timah atau berdagang. Konon keturunan orang-orang Siantan dari keluarga Mas Ayu Ratu di Mentok sampai saat ini masih bertahan. Para lelakinya, yang masih murni keturunan keluarga Mas Ayu Ratu, mendapat gelar panggilan Abang, sedangkan perempuan mendapat gelar Yang.

Namun demikian, tak banyak dari orang di Bangka Barat yang tahu bahwa Siantan yang dimaksud dalam sejarah berdirinya kota Mentok adalah pulau Siantan yang terletak di gugusan Kepulauan Anambas dan berada di wilayah Provinsi Kepulauan Riau-Indonesia. Banyak yang mengira bahwa Siantan yang dimaksud berada dalam wilayah Kesultanan Johor-Malaysia. Hal ini dapat dimaklumi, karena memang pulau Siantan dulunya berada dibawah kekuasaan Johor sampai kelak Traktat London memisahkannya. Bahkan Wan Abdul Hayat yang bernama asli Lim Tau Kian yang semula adalah seorang bangsawan dari Cina, juga adalah orang kepercayaan Sultan Johor yang dipercayakan untuk memerintah di negeri Siantan. Disamping itu perkembangan Siantan yang dulu kerap menjadi tempat pelarian politik bangsawan Bugis, Cina, dan Johor sendiri seperti tenggelam oleh zaman terutama ketika wilayah ini dihilangkan statusnya sebagai pusat kewedanaan Pulau Tujuh dan hanya menjadi sebuah kecamatan yang terisolir dan miskin dibawah rezim Orde Baru.

Kini pulau Siantan sejak pertengahan 2008 telah ditetapkan sebagai ibukota Kabupaten Kepulauan Anambas, dan semoga perkembangannya sejalan dengan nama mashurnya yang sempat tercatat dalam beberapa literatur sejarah Melayu tempo dulu.
                                          
Legenda Pulau Bangka


Legenda mengisahkan, ada sebuah kapal besar dihantam� amukan badai, akhirnya kandas. Badan kapal yang kandas ini kemudian menjelma menjadi Pulau Bangka, sedangkan tiang-tiang kapal berubah menjadi gunungnya. Di kisahkan pula ada sebuah kapal penyelamatnya hanyut ke arah Timur kemudian kandas, selanjutnya berubah �menjadi Pulau Belitung.
Selama ini tidak sedikit diantara kita yang mengetahui sejarah pertama kalinya ditemukan timah di Pulau Bangka, oleh siapa, dan dijadikan apa timah itu. Begitu juga dengan daerah yang memiliki keindahan alam dan panoramanya yang bagus, juga tidak diketahui siapa yang menemukannya pertama kali. Apalagi tentang nama pulau sebagai daerah penghasil timah nomor satu di nusantara ini yang sekarang bernama Pulau Bangka.
Tentunya para pembaca setuju bukan, kalau ada yang mau bercerita tentang itu, meskipun kurang pas atau mungkin salah menceritakannya penulis berharap penuturan ini dapat dibaca saat senggang, cerita ini dituturkan apa adanya baik yang pernah dibaca maupun yang pernah didengar� saja.�������
Penulis pernah membaca dan mendengar dari berbagai sumber sebagaimana yang tertera dalam Peta Tertua, disitu disebutkan nama Banca untuk Pulau Bangka yang menurut datanya berasal dari peta Portugis pada pertengahan abad ke 17. Mengenai penamaan baru ini juga diikuti pemeta berkebangsaan Inggris, yang bernama Herman Moll dan terkenal dengan A Map of East Indies nya, dicetak untuk keperluan East India Company Tahun 1678 -1732. Sementara pekerjaan yang lebih rinci lagi dilakukan pemeta berkebangsaan Belanda hal ini dilakukannya dalam upaya merinci peta wilayah Indonesia� untuk kepentingan VOC oleh seorang bernama Franccois Valentyn yang terkenal dengan Eyland Sumatera diterbitkan di Amsterdam pada tahun 1724.
Mari sejenak kita simak cerita yang berkembang di masyarakat dalam berbagai versi cerita dari beragam legenda untuk menyebutkan asal nama Pulau Bangka, dari sekian banyak versi cerita legenda yang berkembang hingga saat ini� belum diketahui secara pasti mana yang benar.� Seperti halnya versi nama pulau Bangka yang dihimpun Ir. Sutedjo Suyitno yang dulunya sebagai seorang karyawan dan pejabat pada bagian Eksplorasi dan Geologi (EG) di Perusahaan Tambang Timah Bangka, saat ini beliau lebih dikenal sebagai� tokoh penulis sejarah Bangka, disamping itu beliau juga adalah salah seorang yang ikut ambil bagian dalam memperjuangkan berdirinya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Diceritakan dulu pulau ini pada abad ke 16 dinamakan Chinabara, Chinapata atau China Batto sekitar pertengahan abad ke 17 tiba-tiba mendapat nama baru dengan sebutan Banca atau Banka atau Bangka, menurut selentingan yang tercetus sampai saat ini tidak ada yang dapat menduga pergantian nama tersebut.
Konon dicerita pada awal abad 19 ada seorang guru yang mengajar di Inlandsche Scool Mentok bernama H. Idris beliau pernah menulis legenda tentang penamaan Bangka dalam bahasa Melayu kuno dan tulisan itu kemudian diterjemahkan oleh EC.Ade Clercg,dalam bukunya Bijdrage Tot de Geschiedenis Van Het Eiland Banka.�Penuturan dari legenda itu hingga sekarang masih hidup di masyarakat pulau ini, yang merupakan sumbangan bagi kepentingan sejarah Bangka.
Memang ada beberapa versi cerita dari legenda ini, meskipun berbeda, pada hakekatnya ada kemiripan antara satu dengan yang lain, menurut versi yang pernah penulis baca, ada legenda versi Panji, versi Mentok, versi Balar dan versi Paku.
Kalau menurut legenda versi Panji begini ceritanya, dari kepercayaan penduduk desa Panji di Belinyu dan orang Sekak menuturkan, ada seorang anak raja Bugis bernama Seri Gading diusir oleh orang tuanya bernama Raja Tumpu Awang, karena berbuat serong. Diisyaratkan padanya baru diperbolehkan kembali bila sudah mendapatkan seorang isteri yang baik. Alkisah menceritakan maka berlayarlah Seri Gading dengan kapal besar yang dilengkapi awak kapal bersenjata lengkap, mereka menuju ke Jawa dan sekitar wilayah Melayu.
Selama menetap di Johor, Seri Gading mendapatkan jodoh dan mempersunting seorang putri keturunan Cina, kemudian ternyata menjadi seorang isteri yang baik. Karena sudah memenuhi persyaratan yang dikehendaki orang tuanya bertolaklah Seri Gading kembali ke negeri asalnya. Malang tak dapat dicegah dalam pelayaran pulang kapalnya dihamuk badai dan terdampar di sebuah pulau yang bergunung tinggi.
Singkat cerita Seri Gading bersama sisa-sisa awak kapalnya menemukan sebuah pondok, dibawah serumpun bambu tak jauh dari halaman pondok itu diketemukan dua sosok mayat atau bangkai laki-laki dan perempuan. Pulau yang asing baginya itu kemudian dinamakannya Bangkai, lama-kelamaan berubah menjadi Bangka.
Ada penuturan lain dari versi ini, bahwa pulau asing tersebut dinamakan Bangka, berasal dari nama jenis kayu yang dipergunakan untuk membuat kapal tersebut, jenis kayu Bangka yang kemudian menjelma menjadi Pulau Bangka.
Sementara itu kalau menurut legenda versi Mentok menceritakan, pada zaman dahulu kala ada sebuah kapal besar dari Negeri Johor yang ditumpangi beberapa penumpang laki-laki dan perempuan. Nakhoda kapal besar itu bernama Ragam atau Ranggam. Kapal itu mengalami amukan badai dan akhirnya kandas. Badan kapal yang kandas ini kemudian menjelma menjadi Pulau Bangka, sedangkan tiang-tiang kapal yang tinggi berubah menjadi gunungnya. Lebih lanjut diceritakan juga ada sebuah perahu penyelamatnya hanyut ke Timur, kemudian kandas berubah dan menjelma menjadi Pulau Belitung. Kalau legenda versi Balar, penduduk desa Balar wilayah Sungaiselan (sekarang ibu kota kecamatan di Kabupaten Bangka Tengah) menuturkan , pulau ini berasal dari sebuah kayu besar dari jenis kayu Bangka yang hanyut dari Bugis.
Sedangkan legenda versi Paku, yang dituturkan penduduk Paku daerah Payung (sekarang ibu kota kecamatan di Kabupaten Bangka Selatan), nama Bangka berasal dari kata Bangkai yakni bangkai dari seorang berbadan besar mirip raksasa yang terdampar di pulau ini.Legenda dari berbagai versi ini setidaknya dapat dijadikan sebuah cerita yang menarik bagi anak cucu, apalagi diceritakan kepada anak atau cucu menjelang tidur yang tentunya akan berkembang dengan sendirinya bila nanti ditanyakan kenapa dan mengapa bisa begitu dan begini.
Sepanjang yang pernah penulis ketahui dan baca, secara ilmiah dari sekian banyak�para pengamat dan penelti cenderung berpendapat nama Bangka berasal dari bahasa Sansekerta, Vanka yang berarti Timah secara keseluruhan baik itu Timah Hitam maupun Timah Putih. Dari sisi lain hal ini juga memperkuat dugaan kalau sebenarnya timah di Pulau Bangka telah diketemukan sejak masa lampau, ketika wilayah ini masih dibawah pengaruh Hindu atau di awal pemerintahan kerajaan Sriwijaya.

Seandainya memang nama Bangka itu berasal dari kata Bangkai, yang menurut ceritanya di pulau gersang ini kerap diketemukan bangkai dari para nelayan ataupun pelaut yang terdampar kemudian mati kelaparan. Atau dimungkin juga kata bangkai itu berasal dari banyaknya bangkai kapal besar yang kandas atau pecah menghantam karang yang banyak tersebar disekitar pulau ini, seperti yang dialami Seri Gading dan awak kapalnya, terserah anda menterjemahkan maknanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar